Malam gaes, kali ini aku bakal cerita pengalaman melamar di BNI Life, aku melamar lewat jobfair di GBK 5 Maret. Trus dapet panggilan untuk test Psikotest dan Interview ke Petamburan. Sebelum nya gw udah banyak apply lamaran dan biasanya sebelum hadir gw liat dulu review perusahaan dan posisi itu di kek Google. Ada beberapa komentar negatif ttg posisi BAS tetapi aku juga nemuin beberapa yang positif. Akhirnya aku tentuin untuk hadir tanggal 8 Maret di Petamburan.
Ternyata yg test lumayan banyak kurang lebih 30 orang belum test aja nyali ku dah ciut. FYI, gw fresh graduate yg mengadu nasib ke Jakarta (serasa kaleng kaleng). Test Psikotest 1 ada test intelegensi (gambar gt) test psikotes 2 ada ttg kepribadian. Test nya paling cuma 30 menit. Aku suka sama proses rekrutmen BNI Life ini karena kita cuma disuruh nunggu 1 jam apakah lolos ke tahap interview atau tidak (jadi ga perlu nunggu berhari-hari) tepatnya ga php gt ya. Puji Tuhan, aku lolos ke tahap interview. Setelah itu, untuk yg lolos akan di beritahu paling lama 3 hari. Sayangnya ,memang belum rezeki tidak ada panggilan dalam 3 hari itu.
Tanggal 15 Maret aku dapet SMS dari BNI Life lagi untuk test psikotes dan interview di BNI Life Gatot Subroto tanggal 18. Aku iseng datang lagi, lagian aku pengangguran jadi biar ada aktivitas aja. Soal psikotes nya sama guys tapi aku tidak ada belajar dan asal aja jawabnya karna aku udah gugup duluan karna ibu2 yg rekrut sama waktu di petamburan. Aku udah pupus karena secara jawaban aku ngasal bgt waktu itu dan ibu tsb pasti mengenal wajahku. Tapi Puji Tuhan lagi, aku lulus test psikotes tnya. Aku deg deg an nunggu giliran di interview, aku persiapkan sebaik mungkin dalam saat itu juga karna aku gengsi kalo terlihat bodoh lagi di depan ibu itu. Ternyata yg interview bukan ibu itu, tapi seorang bapak dan lebih galak dan cuek tepatnya. Aku jawab apa adanya setelah itu dikabarin maksimal 3 hari kedepan. Ternyata tadi sore dapet SMS dari BNI untuk hadir besok dalam proses offering. Sampai sini dulu ya, doain yang terbaik buat karier saya.
Semangat buat kita jobseeker, yakinlah 1000 pintu didepan kita pasti ada yg terbuka asalkan kita mengandalkan Tuhan dan terus berusaha.
Semangat gaes 🔥
Senin, 18 Maret 2019
Jumat, 20 April 2018
ASIKNYA NAIK FERRY MENUJU GERBANG SUMATERA
Matahari sore ini begitu cerah menyambut kedatangan aku dan adikku turun
dari Bus Kampung Rambutan tujuan Pelabuhan Merak. Biasanya aku naik Travel akan
tetapi karena berdua bersama Nia, aku memutuskan untuk ngeteng. Aku sudah puluhan
kali naik Kapal Ferry sejak 2014 kuliah di Lampung sehingga merasa biasa saja
melihat pemandangan pelabuhan. Akan tetapi, Nia adikku yang pertama sekali
melihat pelabuhan terkagun – kagum melihat banyak Kapal Ferry yang berlabuh di
Pelabuhan Merak.
Apabila ingin menyeberang membawa kendaraan setelah pembayaran tiket
kita dapat memilih dermaga untuk naik ke kapal biasanya akan diarahkan oleh
pihak ASDP Kapal Ferry menuju Kapal yang akan segera berangkat. Begitupun
dengan penumpang yang “ngeteng” kita tidak perlu masuk dermaga cukup menuju
pembelian tiket. Aku dan Nia tidak takut karena hampir semua orang yang turun
dari bus menuju pembelian tiket untuk penyeberangan, namun harus tetap hati –
hati karena Pelabuhan Merak sangat ramai.
Pelayanan loket pembelian tiket di Pelabuhan Merak sangat ramah dan
harga tiketnya pun cukup murah Rp. 15.000. Pada saat pembeliaan tiket perlu
menunjukkan KTP/ Identitas diri. Setelah itu kita akan diarahkan masuk ke dalam
dengan kartu khusus “seperti masuk ke ruang tunggu bandara” kemudian berjalan
kaki menuju Kapal Ferry. Kami diarahkan berjalan menuju dermaga 2, ketika akan
masuk ke kapal ada petugas yang meminta untuk menunjukkan tiket. Suasana ASDP
Kapal Ferry yang kami naiki sudah ramai oleh penumpang dan kendaraan. Tidak
menunggu lama, Kapal Ferry yang kami naiki berangkat.
Kami duduk di kursi luar yang disediakan sambil menikmati matahari
sore yang begitu indah dan lautan yang begitu luas. Sore itu sungguh indah
membuat aku dan Nia tidak ingin melewatkan momen ini dengan
mendokumentasikannya. Setelah itu, Nia mengajakku berjalan mengelilingi Kapal Ferry
yang kami naikin. Kami naik ke lantai atas yang merupakan ruang ekonomi dan di
luarnya tempat orgenan. Suasananya begitu ramai dan benar – benar seperti ada
di konser dangdut. Masuk ke ruang ekonomi tidak perlu bayar atau gratis dan
bisa duduk di kursi yang ada. Setelah setengah jam terhibur oleh musik dangdut,
kami turun lagi ke lantai bawah.
Dipojok kanan kapal ini terdapat mini market yang menyediakan berbagai
makanan dan minuman. Di pojok kiri terdapat Musholla dan kamar mandi. Waktu
sudah menunjukkan pukul 18.30 sudah sekitar 1 jam perjalanan kami, keadaan
disekeliling kapal gelap dan hanya sesekali terlihat lampu kapal lainnya. Angin
malam berhembus kencang, aku mengajak Nia untuk masuk ke ruang lesehan agar
bisa tidur dan selonjoran. Di ruang lesehan disediakan bantal ditambah ruangan
ber- AC membuat banyak penumpang yang tertidur pulas. Akan tetapi, tidak ada
tempat lagi untuk kami sehingga kami pergi menuju ruang VIP. Di ruang VIP yang
juga ber-AC disediakan sofa yang begitu nyaman dan beruntung sofa di ruang VIP
masih ada yang kosong. Setelah duduk sekitar 15 menit, ada karyawan ASDP Kapal
Ferry yang meminta pembayaran ruang sebesar Rp. 8.000 tergolong sangat murah
dengan fasilitas yang ada. Kami menikmati film hollywood yang membuat penumpang
serasa berada di bioskop #AsiknyaNaikFerry. Cuaca dan gelombang air laut juga
cukup baik sehingga kami merasa sama seperti sedang di daratan dan perjalanan yang kami tempuh hanya menghabiskan waktu 2 jam 20 menit,
Sekitar 30 menit akan tiba di Pelabuhan Bakauheni ada pemberitahuan
untuk penumpang agar turun dan naik ke mobil/bus masing – masing. Kami tetap
berada di dalam ruang VIP karena kami akan turun ketika kapal sudah berlabuh.
Kami penumpang terakhir yang berada di dalam ruang VIP ketika kami keluar sudah
sangat ramai penumpang yang ngeteng juga untuk turun. Penumpang boleh turun
apabila kapal sudah benar – benar bersandar. Suasana Pelabuhan Bakauheni malam
ini sungguh indah oleh lampu – lampu kendaraan, kapal juga bangunan di sekitar
dan yang paling memukau tampilan menara Siger Lampung yang menjadi ciri khas
berada di pintu gerbang Sumatera. Terimakasih ASDP Kapal Ferry membuat
perjalanan aku dan adikku semakin berkesan selama berada di Kapal Ferry
#AsiknyaNaikFerry.
Ingin merasakan
sensasi naik Kapal Ferry juga atau ingin tahu lebih lanjut mengenai ASDP Kapal
Ferry ? kunjungi http://www.indonesiaferry.co.id
Jumat, 16 Februari 2018
JASA LINGKUNGAN WISATA AIR TERJUN WIYONO DESA WIYONO KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN
JASA LINGKUNGAN WISATA AIR TERJUN WIYONO DESA WIYONO KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN
(Laporan Turun Lapang Pengelolaan Jasa Lingkungan)
Oleh Lely Pratiwi S. 1414151051
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kawasan lindung merupakan suatu wilayah memiliki ciri-ciri khas/unik yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan peerlindungan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya, system penyangga kehidupan, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan konservasi sebagai ekosistem hutan mempunyai beragam macam manfaat, yang diperoleh dari penggunaan barang dan jasa maupun bukan dari penggunaan Ketersediaan dan pemanfaatan barang dan jasa hutan ini tentunya menentukan keberadaan berbagai kegiatan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu keberlanjutan aliran barang dan jasa hutan ini penting dipelihara di dalam kegiatan pengelolaan ekosistem hutan atau kawasan konservasi. Barang dan jasa yang dihasilkan ekosistem hutan ini sebagian besar bukan barang yang memiliki pasar (tidak memiliki harga pasar).
Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi pengelolaan untuk menjamin kelestarian aliran manfaat yang ada di dalam komponen-komponen nilai ekonomi total tersebut (ini akan dibahas di dalam pengelolaan jasa lingkungan tata air kawasan lindung). Ekosistem hutan di kawasan lindung Taman Hutan Raya Wan Abbdurahman memberikan berbagai jasa lingkungan. Jasa lingkungan dapat berupa aliran manfaat (flow) seperti air dan keindahan bentang alam dan udara bersih dari Air Terjun Wiyono/Gunung Betung. Air merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan sehari-hari, untuk manusia, tumbuhan dan hewan, tanpa ada air maka tidak ada kehidupan yang mampu bertahan. Keberadaan Jasa Lingkungan Air Terjun Wiyono tidak hanya memberikan pemenuhan air bagi masyarakat tetapi dapat memberikan keindahan lanskap yang dapat dinikmati sebagai objek wisata.
B. Tujuan Tujuan dilakukannya turun lapang ini adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa memahami prinsip – prinsip yang terdapat pada Wisata Jasa Lingkungan Air Terjun Wiyono.
2. Mahasiswa memahami tahapan – tahapan yang terdapat pada Wwisata Jasa Lingkungan Air Terjun Wiyono.
3. Mahasiswa memahami lembaga yang terkait dan skema dalam pengelolaan jasa lingkungan Air Terjun Wiyono.
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis, buku, kamera dan alat perekam. Sedangkan, bahan yang digunakan adalah informasi mengenai jasa lingkungan Air Terjun Way Betung/ Wiyono dalam produk wisata.
B. Tempat dan Waktu Turun Lapang Turun lapang ini dilaksanakan di kawasan Taman Hutan Raya Wan Abbdurahman tepatnya Air Terjun Wiyono, Desa Wiyono, Kecematan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran pada 25 Mei 2017 pukul 09.00 s.d 15.00 WIB.
C. Langkah Kerja Langkah – langkah yang dilakukan pada turun lapang ini, yaitu :
1. Mahasiswa/i menyiapkan alat dan bahan.
2. Mahasiswa/i menuju lokasi turun lapang.
3. Melakukan diskusi bersama pengelola Air Terjun Wiyono.
4. Melihat kondisi Air Terjun Wiyono secara langsung.
5. Mewawancarai pengunjung/ wisatawan Air Terjun Wiyono.
6. Membuat laporan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum turun lapang yang telah dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 25 Mei 2017 berlokasi di Air Terjun Wiyono Gunung Betung. Pada praktikum kali ini dilakukan kunjungan untuk melihat penerapan prinsip-prinsip, tahapan-tahapan serta kelembagaan yang ada pada pengelolaan jasa lingkungan di lokasi tersebut. Berdasarkan lokasi yang ada jasa lingkungan yang terdapat yaitu air terjun sebagai destinasi ekowisata. Adapun hasil yang didapat adalah sebagai berikut.
a. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Jasa Lingkungan Air Terjun Wiyono Gunung Betung Sebagai Destinasi Wisata Dari hasil turun lapang prinsip realistik dapat dilihat secara nyata untuk bentuk wisata air terjun. Terdapat dua air terjun di lokasi tetapi yang menjadi destinasi wisata terbesar ialah air terjun yang pertama. Hal ini dikarenakan lokasi air terjun memiliki waktu tempuh lebih terjangkau. Air terjun yang ada juga dimanfaatkan masyarakat setempat untuk kehidupan sehari-hari. Berdasarkan keterangan ketua kelompok tani yang mengelola wisata air terjun untuk prinsip sukarela sendiri ada beberapa pihak yang pernah menjadi pendamping dalam pengelolaan salah satunya yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Swanadipa. Tetapi tidak memberikan dampak yang baik dan positif karena pemanfaatan yang ada hanya berdasarkan pandangan materi atau keuntungan dari wisata yang ada. Kemudian diambil alih oleh Dinas Kehutanan Provinsi Lampung melalui bagian pengelolaan dari Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman (Tahura WAR).
Jenis pengelolaan yang diberikan yaitu Ekowisata Berbasis Masyrakat. Berdasarkan keterangan pengelola lebih pendampingan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Lampung lebih memberikan dampak yang positif kepada pengelola dan meningkatkan kualitas wisata yang ada. Kemudian prinsip kondisional yang ada disana masyarakat diberikan bibit oleh Dinas Kehutanan Provinsi Lampung berupa pohon jenis Multi Purpose Tree Species (MPTS). Hal ini diberikan sebagai syarat bahwa masyarkat tetap dapat mengelola kawasan hutan Tahura WAR tetapi tetap menanam jenis pohon yang sesuai untuk ditanam di kawasan tersebut dan tetap dapat membantu dalam aspek ekonomi masyarakat. Penanaman dipilih di beberapa lokasi dan salah satunya di daerah sepadan sungai. Terakhir untuk prinsip keberpihakan yang miskin (pro poor) bahwa berdasarkan syarat yang telah dipenuhi pengelola diberikan kompensasi oleh Dinas Kehutanan Provinsi Lampung dan berdsarkan keterangan pengelola dana tersebut digunakan untuk memperbaiki berbagai fasilitas yang ada di pos Gunung Betung tersebut untuk memperbaiki fasilitas wisata lebih baik lagi.
b. Tahapan-Tahapan Pengelolaan Jasa Lingkungan Air Terjun Wiyono Gunung Betung Sebagai Destinasi Wisata Berdasarkan tahapan yang pertama berupa mengumpulkan informasi didapat beberapa masalah yaitu kurangnya pengelolaan yang baik di air terjun Wiyono. Tetapi memiliki potensi yang besar untuk dijadikan destinasi ekowisata. Hal ini dikarenakan lokasi yang strategis dekat dengan ibukota dan pengunjung yang cukup banyak untuk datang selain mengunjungi air terjun pengunjung juga melakukan camping di kawasan Tahura WAR. Analisis mitra yang ada dilakukan oleh pengelola yaitu masyarakat sekitar yang sekarang dilakukan bersama Dinas Kehutanan Provinsi Lampung.
Sebelumnya belajar dari kesalahan yang serta dengan penawaran program yang diberikan oleh pihak dinas oleh karena itu masyarakat bersedia melaksanakan mitra kepada dinas. Sehingga sampai saat ini pendampingan oleh pihak dinas yang diwakilkan oleh pihak Tahura WAR tetap berjalan dengan lancar.
Negosiasi yang dilakukan oleh pengelola dan mitra ditekankan kepada agar masyarakat tetap menjaga kawasan hutan. Sehingga beberapa syarat dan bantuan diberikan oleh mitra untuk menunjang kelestarian hutan dan ekonomi masyarakat. Sedangkan untuk monitoring pelaksanaan pengelolaan tidak dilakukan secara maksimal oleh pihak mitra. Berdasarkan keterangan pengelola bahwa kunjungan oleh pihak mitra hanya dilakukan beberapa kali saja dan dengan rentangan waktu yang cukup panjang. Berdasarkan keterangan dari prinsip dan tahapan yang ada dapat dilihat berdsarkan skema yang telah dibuat sebagai berikut.
Gambar 1. Skema pengelolaan jasa lingkungan di Air Terjun Wiyono Gunung Betung sebagai destinasi wisata.
c. Kelembagaan Pengelolaan Jasa Lingkungan Air Terjun Wiyono Gunung Betung Sebagai Destinasi Wisata Berdasarkan keterangan pengelola yang memberikan keterangan yang juga merupakan ketua kelompok yaitu bapak Agus. Lembaga sendiri telah dibentuk yaitu berupa Kelompok Tani Hutan Jaya Makmur yang memiliki pengurus dan anggota sebanyak 35 orang. Anggota terdiri kebanyakan dari kaum pemuda dan ikut turut serta dan andil dalam pengelolaan jasa lingkungan Air Terjun Wiyono Gunung Betung.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil turun lapang dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Prinsip-prinsip dalam pengelolaan yang terdiri dari : a. Realistik, nyata terdapat 2 air terjun. b. Sukarela, terdapat pihak yang terlibat yaitu LSM dan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung yang diwakili oleh Tahura WAR. c. Kondisional, adanya pemberian jenis bibit dan masyarakat pengelola diharapkan menanam di daerah yang ditentukan terutama di daerah sepadan sungai. d. Pro poor, masyarakat mendapat kompensasi dan menigkatkan pendapatan dari wisata.
2. Tahapan-tahapan dalam pengelolaan yang terdiri dari : a. Mengumpulkan informasi, terdapat beberapa masalah dan potensi. b. Analisis mitra, masayrakat menyadri pentingnya pihak yang bermitra karena belajar dari kesalahan saat pertama kali bermitra. c. Negosiasi, dilakukan oleh pihak mitra dan masyarakat dan hal yang paling ditekankan bahwa masyarakat tidak boleh merusak kawasan hutan dan tetap menjada keadaan hutan yang seharusnya. d. Monitoring pelaksanaan, belum dilakukan secara maksimal oleh mitra.
3. Lembaga yang berperan dalam pengelolaan jasa lingkungan ini ialah Kelompok Tani Hutan (KTH) Jaya Makmur.
DAFTAR PUSTAKA
DOKUMENTASI
Gambar 1. Lokasi Air Terjun Gambar 2. Bersama ketua kelompok pengelola
Kamis, 21 September 2017
Mahasiswa semester banyak...
Tujuan Hidupmu apa?
tujuan kamu bertahan hingga sekarang masih ada apa?
Sudah berapa besar pencapaianmu dalam hidup di usia 20⬆, masih bertahan di zona nyaman?
Sekilas kuliah begitu rumit,ruwel,mumet tapi bagaimana kita menyikapinya ? ikutan jadi rumit,ruwel,mumet atau jadi bodo amat ? atau (take it slow down) yup.
Bagaimana sikapku sebagai seorang mahasiswa saat ( kuliah juga belum tentu langsung dapat kerja)
bersyukur lah karna hanya 1/5 anak Indonesia yang bisa merasakan kuliah.
(kalo gitu bangga dong jadi mahasiswa) sadarlah kuliah S1 itu ga menjamin masa depan cerah (jadi buat apa kuliah 😑).
Ku-Li-AH ++Ku Lihat Hal indaH++ kuliah bukan hanya sekedar tempat berburu gelar tetapi masa dimana seharusnya melakukan transisi menjadi lebih baik,bijaksana dan rendah hati serta berkembang bersiap untuk hidup yang lebih baik . (kok gitu) karna saat kuliah usia kamu produktif? (iya dong) jadi kalau bukan sekarang mempersiapkan kapan lagi? (yang dipersiapkan apa aja?) sikap dalam bertindak,tutur dalam berbicara, hati yang loyal, bijaksana dalam tambah dan perkalian, ringan hati dalam bagi dan pengurangan. (Masa kuliah ga dinikmatin? rugi) yaps,bener nikmatilah dengan bijaksana dengan membuat hari depanmu tidak dirugikan. Karena Tuhan selalu melihat apa yang ada dihati dan kita lakukan.
semangat menjalani perkuliahan mahasiswa semester banyak. wisuda itu bisa dipastikan, tapi sudah seberapa cerah rencanamu setelah wisuda? pikirin lagi ya. Tuhan pasti bantu asal kamu memintanya, pada akhirnya jangan Tinggalkan Tuhan karena yg tahu seutuhnya masalalu, masalah dan masadepan hanya Dia. Good night . apresiasi buat yang mau baca nyampe akhir sah sukses di depan Kamu . Tetap budayakan membaca. rencanakan yg indah buat hari esokmu seperti .......mengerjakan #godisgood #kuliah #semesterbanyak #mencobamenulis #mudabersinergi #menulisindah
Ku-Li-AH ++Ku Lihat Hal indaH++ kuliah bukan hanya sekedar tempat berburu gelar tetapi masa dimana seharusnya melakukan transisi menjadi lebih baik,bijaksana dan rendah hati serta berkembang bersiap untuk hidup yang lebih baik . (kok gitu) karna saat kuliah usia kamu produktif? (iya dong) jadi kalau bukan sekarang mempersiapkan kapan lagi? (yang dipersiapkan apa aja?) sikap dalam bertindak,tutur dalam berbicara, hati yang loyal, bijaksana dalam tambah dan perkalian, ringan hati dalam bagi dan pengurangan. (Masa kuliah ga dinikmatin? rugi) yaps,bener nikmatilah dengan bijaksana dengan membuat hari depanmu tidak dirugikan. Karena Tuhan selalu melihat apa yang ada dihati dan kita lakukan.
semangat menjalani perkuliahan mahasiswa semester banyak. wisuda itu bisa dipastikan, tapi sudah seberapa cerah rencanamu setelah wisuda? pikirin lagi ya. Tuhan pasti bantu asal kamu memintanya, pada akhirnya jangan Tinggalkan Tuhan karena yg tahu seutuhnya masalalu, masalah dan masadepan hanya Dia. Good night . apresiasi buat yang mau baca nyampe akhir sah sukses di depan Kamu . Tetap budayakan membaca. rencanakan yg indah buat hari esokmu seperti .......mengerjakan #godisgood #kuliah #semesterbanyak #mencobamenulis #mudabersinergi #menulisindah
Rabu, 22 Maret 2017
ANALISIS HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN LUMAJANG PROV. JAWA TIMUR
ANALISIS HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN LUMAJANG
PROVINSI JAWA TIMUR
(Makalah Pengelolaan Hutan Rakyat)
Oleh
Lely Pratiwi S
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan rakyat merupakan hutan yang tumbuh di atas lahan yang dibebani hak milik (hutan hak) yang dikelola oleh rakyat. Pengelolaan hutan rakyat lestari adalah suatu sistem pengelolaan yang memperhatikan kelayakan ekologi/ lingkungan, kelayakan pendapatan (ekonomi), dan kelayakan sosial yang dapat menjamin dalam pemenuhan kebutuhan secara optimal dan berkelanjutan (Kholik, 2012). Kelayakan ekologi adalah memperhatikan kelangsungan fungsi ekologis dan lingkungan, dalam hal ini bahwa hutan merupakan tempat tumbuhnya flora dan fauna yang beraneka ragam yang harus dikelola dan dijaga agar tetap lestari, serta tanah yang ada harus dijaga agar tidak menyebabkan terjadinya erosi. Kelayakan ekonomis adalah bahwa hutan rakyat harus dapat menghasilkan nilai ekonomi (pendapatan) dan manfaat (perolehan) yang tinggi bagi masyarakat secara berkelanjutan baik hasil untuk masa kini maupun masa depan. Sedangkan kalayakan sosial adalah mengenai posisi dan fungsi hutan rakyat sebagai penyedia lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, sehingga semakin banyak hutan rakyat yang ada, pekerjaan yang diberikan untuk masyarakat sekitar hutan akan bertambah pula. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam pengelolaan hutan rakyat dan pemanfaatan lahan secara optimal adalah dengan usaha hutan rakyat berbasis Agroforestry, dimana di dalam lahan tersebut dimanfaatkan sebagian besar oleh pohon-pohon berkayu (pohon-pohon kehutanan) dan tanaman pertanian (sayur-sayuran, buah-buahan, dan komoditas pertanian lainnya) sebagai tanaman sela yang mengisi antar pohon kehutanan (Kholik, 2012).
Agroforestry merupakan suatu teknik yang memanfaatkan lahan secara hemat dan tepat guna dimana semua lokasi lahan dimanfaatkan sebaik mungkin tanpa ada yang tersisa sedikitpun. Seperti yang sudah diketahui bersama, bahwa pada pohon-pohon kehutanan terdapat aturan yang biasa disebut dengan jarak tanam pohon. Pada jarak tanam ini, suatu tegakan diatur jarak tanamnya antara pohon yang satu dengan yang lain guna menghasilkan tegakan yang normal, seimbang, dan lebih produktif. Pada hutan alam maupun hutan tanaman, biasanya diberikan jarak antar pohon ideal adalah sekitar 3 meter x 3 meter, sehingga hanya sebagian kecil saja lahan yang bisa dimanfaatkan. Hal tersebut memang baik dan sesuai aturan, karena dilakukan agar pohon tidak tertekan atau terhambat petumbuhannya dari pohon-pohon lain di sekitarnya. Akan tetapi, pemanfaatan lahan tidak dapat dilakukan secara optimal (Kholik, 2012). Berbeda halnya pada sistem agroforestry ini, semua lahan dimanfaatkan dengan sebaik mungkin, atau dengan kata lain tidak ada sedikitpun lahan yang tidak dipergunakan. Teknik yang digunakan pada agroforestry ini adalah pada selang antar jarak tanam pohon kehutanan yang ada dimanfaatkan dengan menanam tanaman pertanian, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Dengan demikian, beberapa keinginan masyarakat yang saling bertentangan yang selama ini terpikirkan di dalam memanfaatkan hasil hutan dapat tercapai dengan agroforestry yaitu di samping petani/ masyarakat dapat memanfaatkan sayur-sayuran dan buah-buahan yang ada di lahan hutan rakyat tersebut, petani juga dapat senantiasa menjaga keberlanjutan fungsi lahan/tanah secara lestari dalam hal unsur hara dan keberlanjutan hasil hutan (pohon berkayu) secara lestari dan optimal (Kholik, 2012).
B. Tujuan pembuatan makalah adalah agar mahasiswa dapat mengetahui perencanaan, organisasi, pelaksanaan, pemanenan, dan pemasaran hutan rakyat di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
II. ISI
Perencanaan hutan tergolong baik dari segi persiapan bibit hingga pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh petani diantaranya, pembibitan, penanaman atau penyulaman, hingga pemeliharaan tanaman. Berdasarkan analisis tegakan sengon merupakan jenis tanaman yang paling banyak diminati dari ketiga tanaman lainnya yakni waru, mahoni dan jati. Masyarakat lebih menyukai sengon karena rata-rata umur panen yang tidak terlalu lama serta permintaan yang banyak dari para pembeli. Perencanaan yang baik dari petani selalu berkoordinasi antara petani satu dengan yang lainnya agar terjalin komunikasi sistematis mengenai pengelolaan hutan rakyat.
B. Organisasi Keorganisasian di Kabupaten Lumajang ini sudah terorganisir dengan baik dimana pada Gapoktan disini diberi nama Paguyuban Pelestari Hutan Rakyat (PPHR) yang dipimpin oleh ketua kelompok serta anggota lainnya seperti sekertaris, bendahara serta seksi-seksi dengan fungsi tugas dan tanggung jawab yang telah dibebankan kepada setiap anggota. Terdapat tiga seksi pengembangan organisasi yakni :
1. Membuat rencana kerja (jangka menengah lima tahunan dan tahunan) yang berkaitan dengan :
a. Aspek sumberdaya alam. terdiri atas: 1. rehabilitasi sumberdaya alam 2. Upaya pelestarian sumberdaya alam
b. Aspek sumberdaya manusia. 1. Upaya peningkatan kesadaran, kemampuan/ketrampilan dan pengetahuan pengurus dan anggota dalam bidang pelestarian sumberdaya alam dan kelembagaan. 2. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pengurus/anggota. 3. Mengevaluasi perkembangan/dinamisasi PPHR.
2. Usaha dan Jaringan Pasar
a. Melaksanakan dan penanggungjawab penumbuhan dan perkembangan kegiatan usaha bersama yang dikembangkan kelompok.
b. Mengupayakan pemasaran produk hutan rakyat kayu maupun non kayu, baik berkaitan dengan Informasi pasar maupun melalui hubungan kemitraan dengan perindustrian
3. Seksi Hubungan Masyarakat
a. Menjalin kerjasama dengan dinas/instansi/lembaga terkait dalam upaya program PPHR dalam upaya pengembangan dan pelestarian sumberdaya alam melalui kegiatan hutan rakyat.
b. Mengatur hubungan antara PPHR dan kelompok maupun antar organisasi pelestari hutan rakyat.
C. Pelaksanaan Terdapat tiga pola pengembangan hutan rakyat di Hutan Rakyat Lumajang yaitu.
1. Hutan Rakyat Pola Swadaya, yaitu hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri.
2. Hutan Rakyat Pola Subsidi adalah hutan rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan pemerintah atau pihak lain yang peduli terhadap pembangunan hutan rakyat.
3. Hutan Rakyat Pola Kemitraan adalah hutan rakyat yang dibangun atas kerjasama masyarakat dan perusahaan swasta dengan insentif permodalan bunga ringan (KUHR/Kredit Usaha Hutan Rakyat).
D. Pemanenan Pemanenan dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Mencukupi daur ekonomis :
1. Tanaman sengon, rata-rata ditebang/dipanen pada umur lima tahun dengan cara tebang habis (diameter rata-rata 20-30 cm).
2. Tanaman Waru rata-rata ditebang pada umur 5 - 6 tahun (diameter rata-rata 20-30 cm).
3. Tanaman Mahoni rata-rata ditebang mulai umur 10 tahun (diameter rata-rata 15 – 25 cm).
4. Tanaman Jati rata-rata ditebang mulai umur 10 tahun (diameter rata-rata 15–22 cm).
b. Memenuhi kebutuhan yang bersifat mendesak (Kebutuhan untuk biaya sekolah, mempunyai hajat, membuat rumah, atau keperluan lainnya)
1. Khusus untuk keperluan tebang butuh, penebangan dilakukan dengan cara tebang pilih (yang berdiameter besar) maupun tebang habis.
2. Pelaksanaan penebangan (biaya maupun proses perijinannya) diserahkan pada pihak yang membeli dan peralatan yang dipergunakan pada umumnya adalah gergaji mesin.
E. Pemasaran Beberapa pola saluran pemasaran kayu rakyat di Kabupaten Lumajang yaitu: 1. Petani → tengkulak → usaha pengolahan kayu lokal → konsumen.
2. Petani → usaha pengolahan kayu (Lokal dan Luar) → konsumen.
3. Petani → konsumen.
Kegiatan penjualan atau pemasaran jarang dilakukan oleh petani pemilik kecuali untuk penjualan yang bersifat memenuhi kebutuhan yang mendesak (petani mendatangi pedagang). Pedagang umumnya mendatangi petani pemilik kayu terutama jika ukuran diameter batang > 20cm. F. Argumen Kelompok Analisis bahan perbandingan yang kami gunakan yaitu hutan rakyat di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dan Kabupaten Lampung Tengah.
Berdasarkan hasil analisis yang kami lakukan, pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Lumajang dinilai lebih baik. Hal tersebut karena pada hutan rakyat Lumajang telah memiliki perencanaan dan pengoganisasian yang baik antara petani hutan dalam mengelola hutan rakyat hingga terbentuk suatu Gapoktan. Meskipun demikian, hutan rakyat yang ada di Lampung Tengah juga telah dibentuk koperasi yaitu GMWT (Giri Mukti Wana Tirta) dan berperan dalam pengelolaan hutan terutama penyaluran terhadap pemasaran kayu. Pemanenan hasil hutan yang ada di hutan rakyat Lumajang berdasarkan aspek untuk mencukupi daur ekonomi dan kebutuhan mendesak (tebang butuh).
Sedangkan pada hutan rakyat di Lampung Tengah lebih dominan pada sistem tebang butuh.
KESIMPULAN
1. Perencanaan yang ada di hutan rakyat Lumajang dinilai baik. Hal ini karena petani selalu berkoordinasi antara petani satu dengan yang lainnya agar terjalin komunikasi sistematis mengenai pengelolaan hutan rakyat.
2. Keorganisasian di hutan rakyat Kabupaten Lumajang telah baik dibuktikan dengan dibentuknya Gapoktan bernama Paguyuban Pelestari Hutan Rakyat (PPHR).
3. Pelaksanaan di hutan rakyat Lumajang terdiri atas tiga pola yaitu swadaya, subsidi, dan kemitraan.
4. Pemanenan hutan rakyat dilakukan dengan dua aspek yaitu mencakup nilai ekonomis dan memenuhi kebutuhan yang bersifat mendesak.
5. Hutan rakyat Lumajang memiliki tiga jalur pemasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Turun Lapang Ke Hutan Rakyat di Pubian Kabupaten Lampung Tengah
PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI COMMUNITY LOGGING GIRI MUKTI WANA TIRTA DI KECAMATAN PUBIAN KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
(Laporan Praktikum Pengelolaan Hutan Rakyat)
Oleh
Kelompok 4:
Fidyan Dieny
Ikhsan Pandu Wibowo
Lely Pratiwi Simanjorang
Naili Rahma
Rofika Wilyanuari
Tiara Avissa agung
JURUSAN KEHUTANAN
FAKUTAS PERTANIAN
BANDAR LAMPUNG
2016
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengelolaan hutan rakyat merupakan upaya menyeluruh dari kegiatan-kegiatan merumuskan, membina, mengembangkan, menilai serta mengawasi pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran secara berencana dan berkesinambungan. Tujuan yang paling akhir dari pengelolaan hutan rakyat adalah peningkatan produksi kayu rakyat sehingga dapat meningkatkan pemilik hutan rakyat secara terus menerus selama daur.
Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41/1999 menyebutkan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan, sedangkan menurut statusnya, hutan hanya dibagi ke dalam 2 kelompok besar yaitu hutan negara, hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah; dan hutan hak adalah hutan yang dibebani hak atas tanah yang biasanya disebut sebagai hutan rakyat.
Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas lahan milik rakyat, baik petani secara perorangan maupun bersama-sama. Ada banyak berbagai pendapat yang menyatakan bahwa hutan rakyat terbentuk dari kegiatan swadaya masyarakat dengan maksud untuk menghasilkan kayu dan hasil-hasil lainnya secara ekonomis dengan memperhatikan unsur-unsur keberlanjutan dan perlindungan, dalam rangka memenuhi kebutuhan kehidupan keluarga dan sosial. Dari sudut pandang pemerintah mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan hutan rakyat karena adanya dukungan program penghijauan dan kegiatan pendukung seperti demplot dan penyuluhan. Hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, dimiliki oleh masyarakat, proses terjadinya dapat dibuat oleh manusia, dapat juga terjadi secara alami, dan dapat juga karena upaya rehabilitasi tanah kritis.
Strategi dalam mencegah pembalakan liar dan mengamankan peluang perdagangan kayu khususnya di pasar Eropa, Pemerintah Indonesia telah menegosiasikan sebuah Kesepakatan Kemitraan Sukarela (VPA) dengan Uni Eropa yang ditandatangani pada bulan September 2013. Secara prinsip, melalui kemitraan VPA dan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK), produk kayu akan diidentifikasi dan diverifikasi, dipantau dan dipastikan asal usulnya sehingga kayu-kayu yang diekspor ke Uni Eropa berasal dari sumber-sumber legal. Keputusan untuk masuk dalam VPA dengan Eropa dan menerapkan SVLK bertujuan untuk membangun dasar yang kokoh bagi legalitas ekspor kayu Indonesia. Indonesia berupaya untuk memanfaatkan peluang untuk meningkatkan pangsa dalam pasar eko-sensitif dan kemungkinan mendapatkan harga premium.
Kementerian Kehutanan menetapkan sejumlah peraturan dan menata kelembagaan terkait SVLK, hal tersebut mencakup: peraturan mengenai jenis usaha kehutanan yang wajib memiliki sertifikat SVLK, persyaratan untuk memenuhi standar legal, panduan untuk mengevaluasi kinerja usaha kehutanan, masa berlakunya sertifikat, dan tenggat waktu bagi industri kayu skala kecil dan menengah untuk memperoleh sertifikat SVLK.
Perusahaan skala besar telah menunjukkan kemajuan dalam mengadopsi SVLK. Ketentuan Menteri Perdagangan yang mensyaratkan produk kayu olahan yang boleh diekspor adalah yang berasal dari eksportir dan industri serta produsen yang bersertifikat SVLK. Terdapat kemajuan di kalangan usaha skala kecil dalam mendapatkan sertifikasi SVLK, masih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan semua usaha berskala kecil mendapatkan sertifikat SVLK, bahkan dalam sertifikasi kelompok sekalipun.
Hutan rakyat memiliki peluang dan potensi yang sangat besar dalam memajukan industri kehutanan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat oleh yang adil, memperbaiki kualitas lahan, kesuburan tanah dan tata air. Praktikum turun lapang ini dilakukan untuk melihat bentuk sertivikasi hutan rakyat yang terdapat di Lampung Tengah, dengan melihat sejarahnya,, bentuk-bentuk budidaya yang dilakukan masyarakat, bentuk pemasarannya serta manfaat hutan rakyat bagi masyarakat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum turun lapang Pengelolaan Hutan Rakyat adalah sebagai berikut
1. Mahasiswa dapat mengetahui sejarah serta sistem sertifikasi pada Hutan Rakyat GMWT.
2. Mahasiswa dapat mengetahui bentuk organisasi, perencanaan, penanaman, pemanenan sampai dengan pemasaran Hutan Rakyat di Lmapung Tengah.
3. Mahasiswa mengetahui manfaat serta keuntungan dari sertifikasi Hutan Rakyat kelompok GMWT bagi petani atau pengelolan Hutan Rakyat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan hutan rakyat sangat erat kaitannya dengan masyarakat, maka diperlukan konsep pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat secara langsung. Konsep inilah yang dikenal dengan PHBM (Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat) sejak tahun 1999 di Indonesia. Menurut Malamassam (2009), Konsep pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat merupakan bentuk pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat yang sesuai dengan karakteristik daerah dan adat lokal yang ada, serta dilandasi oleh semangat pengelolaan kehutanan secara sosial.
Pola-pola hutan rakyat yang dikembangkan di masyarakat dari komponen tanaman pembentuknya, yaitu secara monokultur, agroforestri, dan campuran. Pola monokultur yaitu hutan rakyat yang disusun oleh satu jenis tanaman kehutanan. Pola agroforestri yaitu bentuk pemanfaatan lahan yang mengkombinasikan antara tanaman kehutanan, pertanian, dan/atau peternakan pada lahan milik yang dikelola secara terpadu (Sardjono et al. 2003). Sedangkan pola campuran merupakan pemanfaatan lahan pada lahan milik dengan berbagai jenis tanaman kehutanan.
Pola tanam hutan rakyat di berbagai daerah di Indonesia bisa saja berbeda-beda. Penelitian dan kajian terkait pola tanam hutan rakyat telah banyak dilakukan, Purwanto dan Achmad (2014) melakukan kajian mengenai sistem agroforestri dan kontribusi ekonomi pada berbagai pola tanam hutan rakyat. Selain itu, telah dilakukan kajian mengenai pola agroforestri di hutan rakyat penghasil kayu pertukanggan (sengon). Hasil menunjukkan bahwa pemilihan jenis tanaman hutan rakyat sangat mempengaruhi keberhasilan pengembangan hutan rakyat. Akan tetapi, belum adanya penelitian atau kajian yang membahas tentang pola pengembangan hutan rakyat pada suatu proyek atau program konservasi hutan.
Kayu pada hutan rakyat dikelola dan dimanfaatkan oleh pribadi dan mengingat kembali bahwa pemerintah hanya melakukan pembinaan terhadap masyarkat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan secara lestari, maka dalam pengupayaan menjamin kelestarian hutan rakyat, suatu pengaturan atau penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat menjadi satu hal penting yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu untuk kelancaran serta ketertiban dalam pengelolaan dan pelaksanaan penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat dipandang perlu dibuatkan suatu dasar acuan atau petunjuk pelaksanaannya (Said, 2015).
Pelaksanaan hutan rakyat didasarkan atas konsep keberlanjutan yang dapat dirinci dalam tiga aspek yaitu (1) keberlanjutan ekonomi yaitu pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri. (2) Keberlanjutan lingkungan yaitu sistem yang harus mampu memelihara sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep lingkungan menyangkut keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara dan fungsi ekosistem, di dalamnya tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. (3) Keberlanjutan sosial yaitu sistem yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender dan akuntabilitas politik ( Fauziyah, 2007).
Sertifikasi hutan merupakan sebuah instrumen kebijakan hutan berbasis pasar yang menggunakan stick and carrot approach, yaitu tidak hanya mendorong pengelolaan hutan lestari melalui kampanye boikot kayu (stick) dari hutan yang tidak dikelola secara lestari, tapi diharapkan juga bisa menawarkan insentif (economic carrots), yaitu akses pasar yang lebih baik dan (mungkin) harga premium, kepada pengelola hutan yang mampu mengelola hutannya secara lestari (Cashore et al., 2004)
Sertifikasi hutan memang sudah lama dikenal, namun sertifikasi hutan rakyat mulai diterapkan baru pada tahun 2004. Dua skema sertifikasi yang beroperasi di Indonesia yaitu Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) dan The Forest Stewardship Council (FSC). Sampai dengan tahun 2010, Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) telah mengeluarkan 12 (dua belas) sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) di Indonesia dan meliputi areal seluas kurang lebih 24 ribu hektare. Sebagai gambaran, bahwa dari sekitar 24 ribu hektar hutan rakyat yang mendapatkan sertifikat PHBML LEI, memiliki potensi kayu sebesar 278.694 m3 (Potensi total untuk jenis Jati, Mahoni, Akasia, Trembesi), dengan etat tebang lestari sebesar 44.705 m3/tahun. Apabila seluruh hutan rakyat swadaya seluas 966
ribu hektar telah dikelola secara lestari melalui instrumen sertifikasi ekolabel, maka hutan rakyat akan menempati posisi utama dalam pengelolaan hutan lestari
di Indonesia (Frediantoro, 2011).
Terbatas luasan hutan rakyat yang sudah tersertifikasi mengindikasikan adanya beberapa kendala dalam upaya persertifikasian hutan rakyat. Secara garis besar, Kendala-kendala tersebut bisa dikelompokkan menjadi 2 yaitu kendala dari dalam (internal contraints) dan dan kendala dari luar (external contraints). Kendala-kendala tersebut dianalisis sebagai berikut; urutan penyebutan tidak menunjukkan urutan skala dari kendala tersebut. Kendala dari dalam yaitu, minimnya pengetahuan petani hutan (awareness) akan adanya program sertifikasi hutan, biaya sertifikasi yang mungkin tidak viable untuk hutan rakyat, manajemen dan kelembagaan pengelolaan hutan rakyat. Sedangkan, kendala dari luar antara lain, Pasar untuk kayu yang telah tersertifikasi dan jenis program yang ditawarkan oleh lembaga sertifikasi (Maryudi, 2005).
III. METODE PENGAMBILAN DATA
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan pada tanggal 26-27 November 2016 di Desa Kota Batu Kecamatan Pubian Lampung Tengah. Lokasi dipilih karena hutan rakyat yang berada di daerah tersebut merupakan salah satu hutan rakyat yang telah tersertifikasi.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum turun lapang ini adalah alat tulis, alat dokumentasi dan tape recorder. Bahan yang digunakan adalah Hutan rakyat yang telah tersertifikasi di Lampung Tengah.
3.3 Metedologi Praktikum
Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah wawancara dan diskusi kepada salah satu anggota kelompok koperasi GMWT di Lampung Tengah serta melakukan praktikum langusng ke lapangan. Data yang dikumpulkan adalah data primer melalui wawancara mendalam dan diskusi dengan anggota kelompok koperasi. Data sekunder dengan mengkaji dokumen sertifikasi yang ada. Pengamatan langsung ke lapangan di pandu oleh pengelolan dengan melihat bentuk langsung daru hutan rakyat yang dikelola oleh kelompok GMWT.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hutan rakyat dianggap dapat memberikan manfaat ekonomis, sosial, dan lingkungan yang cukup signifikan terhadap petani hutan. Contohnya, seperti di Desa Kota Batu kecamatan Pubian Lampung Tengah, yang dapat memberikan kontribusi pada aspek sosial seperti membuka kesempatan kerja baru. Pada beberapa daerah, hutan rakyat dianggap bisa menumbuhkan kohesi sosial diantara petani hutan dan di dalam masyarakat secara umum (Himmah, 2002).
Perundangan yang berkaitan dengan hutan rakyat tidak banyak mengalami revisi melainkan adanya penambahan seperti Keputusan Menhutbun No. 677/Kpts-II/1998 tentang pengembangan kawasan hutan rakyat. Keberadaan peraturan perundangan hutan rakyat mulai dikenal setelah dilaksanakan proyek penghijauan pada tahun 1975 dalam SK Dirjen Kehutanan No. 161/D1/1/1975 tanggal 25 Oktober 1975 . Campur tangan pemerintah dalam pengelolaan hutan rakyat dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap perkembangan hutan rakyat. Dampak negatif apabila peraturan perundangan membebani pemilik hutan rakyat sehingga mengurangi minat masyarakat untuk membangun hutan rakyat akhirnya rakyat akan mengalih fungsikan lahan untuk tujuan lain. Dampak positiif perundangan hutan rakyat dapat meningkatkan minat rakyat untuk membangun dan mendorong perkembangan hutan rakyat.
Peraturan terbaru terkait SVLK yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.95/Menhut-II/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produk Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 97/M-DAG/PER/12/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, dan Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor P.14/VI-BPPHH/2014 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu
Pada tahun 2007 hutan di desa Kota Batu Kecamatan Pubian banyak mengalami perambahan di Register 39 yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Perambahan yang dilakukan dapat menyebabkan kerusakan hutan terutama kerusakan pada aspek ekologi seperti erosi, hilangnya keanekaragam hayati dan lain-lain. Melihat perambahan yang dilakukan masyarakat setempat menggerakkan Yayasan Konservasi Way seputih (YKWS) yang fokus pada penanganan wilayah konservasi Way Seputih untuk melakukan pendampingan terhadap masyarakat setempat. Pendampingan awal yang dilakukan YKWS dengan membentuk koperasi Giri Mukti Wana Tirta (GMWT) pada tahun 2009. Koperasi ini dibentuk bertujuan untuk membina masyarakat sekitar kawasan register 39 dan menjaga tata air di kawasan tersebut. Dari aspek lingkungan, petani hutan rakyat Lampung Tengah tetap menjaga aspek ekologi dari hutan rakyat tersebut. Petani dari hutan rakyat ini ingin menjaga tata air DAS Way seputih. Hutan rakyat ini telah memberikan manfaat ekologis seperti memperbaiki kondisi ekologis tanah dan mengurangi bahaya erosi pada lahan. Hutan rakyat di desa Kota Batu Kecamatan Pubian Lampung Tengah sebenarnya memiliki potensi yang cukup potensial untuk pemanfaatan hasil kayu dan HHBK secara lestari. Peraturan yang mendukung hal tersebut adalah peraturan dari desa Kota Batu yaitu jika ada yang merambah maka tidak akan diserahkan kepada pihak berwenang akan tetapi akan di tindak lanjuti oleh masyarakat setempat, dan peraturan dari koperasi adalah untuk setiap anggota diwajibkan menanam 2 pohon untuk koperasi serta tebnag 1 pohon dengan menanam 10 pohon. Koperasi GMWT diketuai oleh bapak Pramono dan wakil ketua bapak Sumiar. Terbentuknya hutan rakyat diawali dengan masyrakat yang ingin menjadi anggota kelompok koperasi dengan syarat memperlihatkan tanda bukti kepemilikan tanah dan pajak tanah milik sendiri.
Hasil hutan kayu pada Hutan rakyat di desa ini cukup melimpah dan para petani ingin memasarkan hasil hutan yang cukup melimpah tersebut, akan tetapi masyarakat masih memiliki kendala dalam pemasaran hasil hutan kayu karena tidak memiliki konsumen tetap. Permasalahan tersebut membuat koperasi GMWT memutuskan untuk melakukan sertrifikasi pada hasil hutan kayu yang disebut Sertifikat Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang berlaku selama 10 tahun. SVLK diajukan sejak tahun 2009. Manfaat dari SVLK dalam proses distribusi pengiriman hasil kayu yang mudah dan aman karena telah memiliki asal usul kayu yang jelas. Pada tahun 2009 juga masyarakat mulai melakukan persiapan dari mempersiapkan admistrasi dan syarat ketentuan SVLK lainnya. Biaya awal dalam pendaftaran SVLK pada kelompok GMWT sebesar Rp 65.000.000,00.
Kelompok GMWT mendapatkan SLVK pada tahun 2011, lembaga yang membantu dalam proses pengajuan sertifikasi SVLK serta melakukan SVLK adalah Sucofindo dengan menggunakan skema Lembaga Ekolable Indonesia.(LEI). Dalam melakukan sertifikasi di hutan rakyat desa Kota Batu memiliki kendala yang diantaranya mahalnya harga pendaftaran SVLK dan harga survey lahan, serta pemahaman masyarakat di hutan rakyat desa Kota Batu tentang SVLK. Setiap 2 tahun sekali SLVK pada hutan rakyat harus dilakukan monitoring survey pada kawasan hutan oleh auditor dengan membayar biaya survei sebesar Rp 40.000.000,00. SVLK di hutan rakyat desa Pubian diberhentikan atau dibekukan pada tahun 2015 ,hal ini terjadi karena pihak koperasi GMWT tidak dapat menyanggupi proses administrasi dalam pembayaran survey SVLK. Pembkuan atau pemberhentian ini menyebabkan koperasi GMWT sementara tidak dapat menggunakan label SVLK.
Jenis vegetasi kayu yang ada pada hutan rakyat di desa ini adalah sengon, akasia, cempaka, mahoni, jati putih, karet, duren, pulai, dan gaharu. Untuk tanaman yang berbuah salak, sawit, pisang, kakao, kopi, lada, dan jambu air. Perbedaaan harga kayu antara setelah di SVLK atau sebelum di SVLK tidak berbeda, misalnya : untuk sengon Rp 1.400.000,00 sampai dengan Rp 1.800.000,00 per kubik (6 balok untuk 1 kubik), untuk kayu akasia dijual bentuk kupasan perKg dihargai Rp 350.000,00 dengan panjang 2,5m.
Pada sistem pemasaran hutan rakyat kayu yang dimiliki oleh petani atau pengelolan dijual ke koperasi dan tengkulak serta perusahaan. Masyarakat cenderung menjual kayu kepada tengkulang dengan alasan lebih mudah. Pada pemasaran tengkulak masyarakat menjual kayu pada tengkulak lalu tengkulak menjual kayu tersebut ke sawmill yang ada di Provinsi Lampung. Pada pemasaran menggunakan industri masyarakat menjual kayu ke industri dalam hal ini koperasi GMWT dengan berbagai syarat lalu industri mengelola kayu dan di distribusiakan ke konsumen, Pola pemasaran terakhir pada hutan rakyat ini adalah perusahaan yang mengambil langsung kayu ke hutan rakyat kemudian diolah oleh perusahan sendiri lalu dijual ke konsumen
Bentuk kepemilikan lahan atau property right di hutan rakyat desa Kota Batu adalah masyarakat yang memilki lahan dapat mengelola lahannya dan menjadi anggota koperasi GMWT dengan menunjukan sertifikat bukti kepemilikan lahan. Rata-rata Lahan yang dimiliki oleh masyarakat dikelola oleh pemilik sendiri dan dapat dipindahtangankan kepada keluarganya sepertti anak dan istri.
Pada hutan rakyat di desa ini menggunakan sistem agroforestri dan polikultur. Pada sistem agroforestry tanaman kehutanan dikombinasikan dengan tanaman perkebunan, dikombinasikan dengan perternakan sapi dan kambing lalu dikombinasikan dengan perikanan (Silvofishery). Pendapatan petani tidak dapat diperkirakan karena penghasilan petani banyak dari berbagai tanaman yang ada di lahan petani. Tanaman yang ditanaman oleh masyarakat seperti sengon, akasia, jati gaharu dan lain-lain. Alasan masyarakat memilih untuk menanam tanaman tersebut adalah waktu panen yang lebih cepat serta memiliki pasar yang luas.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut
1. Sertifikasi Hutan Rakyat GMWT didapatkan pada tahun 2011 dengan biaya awal sebesar 65 juta. Setiap dua tahun sekali kelompok ini melakukan survelen dengan biaya sebesar 40 juta, naman saat ini kelompok GMWT tidak dapat melakukan pelabelan sertifikasi dikarenakan organisasi pengelolaan sedang dibekukan.
2. Organisasi pengelolaan hutan rakyat di GMWT sudah berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari struktur organisasi mulai dari ketua sekertaris dan anggota namun GMWT masih kekurangan sumber daya tenaga ahli khususnya untuk pengelolaan alat industri.
3. Sertifikasi dari hutan rakyat di Lampung Tengah tidak terlalu memberikan dampak yang besar bagi kelompok petani hutan, hal ini dikarenakan harga kayu yang tidak tersertifikasi dan terertifikasi memiliki harga yang sama dan tidak terdapat harga premium. Sertifikasi hutan rakyat walaupun tidak terlalu memberikan dampak namun tetap memberikan keuntungan melalui eksportir atau pun perusahaan yang mengambil kayu sertifikasi langsung ke hutan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Cashore, B., Auld, G. and Newsom, D., 2004. Governing Through Markets: Forest certification and the emergence of non-state authorit. Yale University Press, New Haven & London.
Fauziyah, E., Idin S. R., Dan Budiman A. 2007. Kelembagaan Hutan Rakyat Agroforestri Di Kabupaten Banjarnegara. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri. 475 – 481.
Frediantoro, I. A. 2011. Dampak sertifikasi terhadap pengelolaan hutan rakyat: kasus di Gabungan Organisasi Pelestari Hutan Wono Lestari Makmur Sukaharjo Jawa Tengah. e-Jurnal UNDIP. 1 (4) : 1- 15
Himmah, B., 2002. Kajian sosiologis pemasaran sengon hutan rakyat di Kabupaten Wonosobo. J. Hutan Rakyat. 4 : 24-46.
Malamassam, D. 2009. Modul Pembelajaran Mata Kuliah : Perencanaan Hutan. Universitas Hasanuddin. Makassar
Maryudi, A., 2005. Beberapa kendala bagi sertifikasi hutan rakyat. J. Hutan Rakyat: 7(3):25-39
Purwanto, R. H., Achmad B. 2014. Peluang adopsi sistem agroforestri dan kontribusi ekonomi pada berbagai pola tanam hutan rakyat di Kabupaten Ciamis. J. Bumi Lestari. 14 (1): 15–26.
Said, W. S. 2015. Perencanaan pengembangan kerjasama kemitraan multipihak usaha hutan rakyat. J. Ekonomi dan Kehutanan. 3 (2) : 3 - 7
Sardjono, M.A., Djogo, T., Arifin, H.S. Dan Wijayanto, N. 2003. Klasifikasi dan Pola Kombinasi Komponen Agroforestri. Bogor (ID): ICRAF.
LAMPIRAN
Gambar 1. Pembibitan yang dilakukan oleh masyarakat tetapi banyak yang tidak dipindahkan kelahan karena masyarakat lebih memilih untuk menanam sawit.
Gambar 2. Hutan Rakyat yang ada di Desa Payung Batu dengan pola campuran antara beberapa jenis pohon dan juga pisang.
Gambar 3. Sertifikat Hutan Rakyat COMLOG GNWT yang terbit pada tahun 2011 dan berlaku hingga 2021 (10 tahun)
Gambar 4. Sertifikat hutan rakyat tersebut diterbitkan oleh Sucofindo Timber Legacy dengan luas lahan yang tersertifikat 210, 7362 ha
Gambar 5. Setelah melakukan praktikum, praktikan turun bersama pengelola hutan rakyat ke air terjun yang terdapat di dalam hutan lindung “Air Terjun Curug Lestari Register 39”.

Sabtu, 26 Maret 2016
Pemangku Kepentingan DAS TULANG BAWANG
PERSEPSI PARA PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TULANG BAWANG
(Stakeholders' Perception of Management Tulang Bawang Watershed)
Cecilinia T. L.1), Intan Fajar S. 2), Lely Pratiwi S.3)
Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Jalan Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, Telp: (0821) 63114595
E- mail : pratiwisimanjorang@gmail.com
ABSTRACT
Management of watershed, in practice, very often has to face conflicts of interest with the land use which is more sectorally oriented. Therefore, it is necessary to make coordination and common perceptions of various stakeholders to achieve best management of forest landscape in a watershed that integrates ecological, social, and institutional factors in its implementation. This study aims to analyze the perception of the stakeholders regarding the management of watershed, and the factors that influence the stakeholder perceptions appropriate management watershed basic . The study was carried out at Tulang Bawang watershed in Lampung Province. The results showed that according to stakeholder's perception in Tulang Bawang, from the 4 factors in watershed management: ecology, economy, social and institution, ecology aspect has the highest priority (38%). Micro climate was considered to be the most important indicator (28%) from ecological aspect. Meanwhile, the in creasing income of the people have apercentage of 36% of the economic aspects, resolution of land conflicts 39% of the social aspects, and the availability of funds 30% of the institutional aspects. Their perceptions are affected by area condition, their institutional background, and economic motivation. Knowledge of multi stakeholder perception is important for designing system and policies of forest landscape management that accommodate multi stakeholder needs towards sustainable forest landscape management.
Keywords: Stakeholders' perception, watershed management, forest
ABSTRAK
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) pada prakteknya seringkali mengalami konflik kepentingan dengan pemanfaatan lahan yang lebih berorientasi secara sektoral. Dengan demikian diperlukan koordinasi dan kesepahaman persepsi berbagai pihak terkait untuk mewujudkan pengelolaan yang optimal yang mengintegrasikan antar faktor ekologi, sosial, dan budaya dalam implementasinya. Penelitian ini bertujuan: menganalisis persepsi para pemangku kepentingan tentang pengelolaan hutan dalam suatu DAS dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi para pemangku kepentingan tersebut dalam pengelolaan hutan dalam suatu DAS sesuai prinsip pengelolaan jasa lingkungan.. Penelitian dilakukan di DAS Tulang Bawang Propinsi Lampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari empat faktor: ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan dalam pengelolaan DAS, menurut persepsi stakeholder DAS Tulang Bawang, faktor ekologi merupakan prioritas tertinggi dengan persentase 38%. Iklim mikro merupakan indikator terpenting dengan persentase 28% dari aspek ekologi tersebut. Sementara itu, meningkatkan pendapatan masyarakat memiliki persentase 36% dari aspek ekonomi, penyelesaian konflik lahan 39% dari aspek sosial, dan ketersediaan dana 30% dari aspek kelembagaan. Persepsi tersebut dipengaruhi oleh kondisi wilayah, latar belakang pendidikan, dan dorongan ekonomi. Pengetahuan tentang persepsi para pihak sangat penting dalam rangka merumuskan sistem dan kebijakan pengelolaan lanskap hutan yang mengakomodir kebutuhan para pihak sehingga terwujud pengelolaan hutan yang lestari.
Kata Kunci : pemangku kepentingan, pengelolaan DAS, hutan
I. PENDAHULUAN
Pengelolaan jasa lingkungan tata air menjadi hal penting untuk diterapkan. Menurut Nurrochmat bahwa pemanfaatan jasa lingkungan hutan yang diperkirakan berpeluang untuk direalisasikan dalam waktu dekat adalah fungsi tata air. Untuk melakukan pengelolaan jasa lingkungan tata air yang baik, efektif dan efisien maka diperlukan berbagai aturan atau regulasi. Regulasi yang secara khusus mengatur mengenai jasa tata air belum ada, namun sebagai acuan awal digunakan Permenhut No. P.42/Menhut-II/2009 tentang Pola Umum, Kriteria, dan Standar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS).
Robbins dan Stephen (2003), menyatakan bahwa persepsi satu individu terhadap satu obyek sangat mungkin memiliki perbedaan dengan persepsi individu yang lain terhadap obyek yang sama. Perbedaan persepsi para pemangku kepentingan ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan dampak dari tujuan pengelolaan tersebut terhadap kondisi kehidupan. Perbedaan persepsi dan ini sering kali menghasilkan visi yang berbeda terhadap manajemen pada suatu area, dan seringkali memicu terjadinya konflik. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan suatu analisis untuk mengidentifikasi semua yang memiliki kepentingan terhadap suatu permasalahan dan kebijakan. Dengan demikian, akan terbangun pandangan strategis para pelaku dan lembaga serta hubungan antara yang berbeda dan permasalahan yang menjadi kepedulian mereka. Analisis persepsi ini merupakan hal yang penting, karena pada akhirnya setiap kegiatan akan tergantung pada terpilih dengan siapa mereka akan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan (Asdak, 2007).
Daerah Aliran Sungai Tulang Bawang merupakan salah satu DAS kritis yang memerlukan penanganan serius dalam pengelolaan hutan akibat alih fungsi lahan yang mendominasi baik dalam maupun luar kawasan hutan. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan: menganalisis persepsi para pihak tentang pengelolaan hutan dalam suatu DAS, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi para pihak dalam pengelolaan hutan dalam suatu DAS.
Dalam pengelolaan DAS tersebut perlu memperhatikan prinsip Pengelolaan Jasa Lingkungan yaitu, sukarela, kondisional, realistik dan pro poor.
II. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di DAS Tulang Bawang di Provinsi Lampung pada Bulan Maret sampai dengan Oktober 2011. Penentuan lokasi ini berdasarkan bahwa DAS Tulang Bawang merupakan DAS yang pada taraf nasional dikategorikan sebagai DAS prioritas 1 karena luasnya lahan kritis pada DAS tersebut dan banyak terdapat bangunan-bangunan penting seperti bendungan, PLTA, dan sarana irigasi teknis.
B. Metode Penelitian
1. Tahapan Pelaksanaan/ Rancangan Penelitian
Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara secara terstruktur, dimana butir - butir informasi yang diperlukan dari responden telah diidentifikasi terlebih dahulu dan dituangkan dalam bentuk kuesioner. Selain itu, data juga diperoleh melalui (FGD) dengan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan DAS Tulang Bawang. Berbagai sektor yang berperan dalam pengelolaan DAS dan mempengaruhi manajemen lanskap di lokasi penelitian Lampung adalah meliputi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Way Seputih Sekampung, Dinas Kehutanan tingkat propinsi dan kabupaten yang termasuk dalam wilayah DAS Tulang Bawang, Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Tulang Bawang, Dinas Pengairan dan Pemukiman, Universits Lampung, Forum DAS, Dinas Pertanian Lampung, Dinas Perkebunan, Bappeda, dan Badan Koordinasi Penyuluh.
2. Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada tujuan yang akan dicapai:
1.Untuk mengetahui persepsi multipihak dalam manajemen lanskap hutan digunakan pendekatan (AHP). Analisis AHP digunakan untuk melakukan analisis pembobotan atau prioritas berdasarkan kepentingan relatif antar level. Alat yang digunakan untuk pengumpul an data nilai berupa daftar pertanyaan/kuisioner. Hasil penilaian dari semua responden diolah menggunakan software expert choice.
2. Untuk faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi para pihak dalam manajemen lanskap hutan digunakan analisis deskriptif kualitatif. Faktor-faktor yang dianalisis meliputi faktor biofisik, pendidikan, mata pencaharian atau pekerjaan, dan kebijakan yang terkait dengan manajemen lanskap hutan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Para responden yang umumnya bekerja di instansi pemerintah yang terlibat dalam pengelolaan DAS, menganggap bahwa upaya mewujudkan kelestarian pengelolaan hutan dalam suatu DAS sangat tergantung dukungan dana dan kesiapan institusi untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menjaga kelestarian hutan dalam suatu DAS. Hal ini masuk kedalam prinsip Pengelolaan Jasa Lingkungan yaitu Kondisionalitas yaitu aktivitas yang disepakati.
Pada aspek sosial, indikator penyelesaian konflik lahan memiliki bobot nilai tertinggi sebesar 39%. Diikuti oleh indikator adat dan kebudayaan masyarakat sebesar 38%, dan pelibatan partisipasi masyarakat sebesar 23%. Pada umumnya responden menganggap bahwa untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dalam suatu DAS, penyelesaian konflik kepastian kawasan atau lahan menjadi hal yang sangat penting. Banyak terjadinya konflik lahan di beberapa daerah di Lampung dinilai responden merupakan salah satu penyebab kegagalan upaya mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dalam suatua wilayah DAS.
Pada aspek ekonomi, indikator yang memiliki bobot nilai tertinggi adalah pendapatan masyarakat sebesar 36%, diikuti oleh indikator penyerapan tenaga kerja sebesar 29%, nilai guna lahan sebesar 26%, dan akses pasar sebesar 19%. Hal ini menunjukan bahwa responden mengharapkan bahwa pengelolaan hutan dalam suatu wilayah DAS harus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Aspek ekologi menjadi prioritas utama karena berdasarkan hasil identifikasi masalah, ditinjau dari stakeholder fisik isu pokok dan permasalahan di DAS Tulang Bawang antara lain adalah:
a. Degradasi hutan dan lahan kritis semakin luas.
Berdasarkan fungsinya, hulu DAS seharusnya didominasi oleh penutupan vegetasi hutan yang merupakan elemen penting dalam suatu DAS. Rusaknya hutan akan secara langsung menurunkan fungsi hidroorologis DAS tersebut. Alih guna lahan hutan menjadi penggunaan lahan lain menimbulkan berbagai dampak lingkungan seperti meningkatnya lahan kritis, aliran permukaan dan erosi, sedimentasi, banjir dan kekeringan, longsor, fluktuasi debit sungai, menurunnya daerah perlindungan keragaman hayati, menurunnya kualitas air, dan lain-lain. Data menunjukkan bahwa laju kerusakan hutan terus meningkat dari tahun ke tahun akibat perambahan hutan, illegal logging, dan usaha tani tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Kerusakan hutan di Provinsi Lampung khususnya pada hutan lindung adalah sebesar 70%, taman nasional 45%, dan hutan produksi sebesar 60% (BPDAS Way Seputih Sekampung, 2010).
b. Meningkatnya erosi dan sedimentasi
Komunitas tumbuhan hutan dengan berbagai strata tajuk, berbagai bentuk dan ukuran daun, serta percabangan pohon yang bervariasi, berdampak positif terhadap aliran permukaan dan erosi. Sebagian air hujan akan tertahan tajuk pohon (air intersepsi) dan energi kinetik air hujan tidak terlalu besar sehingga tidak merusak butir-butir tanah (permukaan tanah). Hal ini karena air hujan yang sampai ke permukaan tanah telah melalui daun, ranting, cabang, atau batang pohon sehingga dapat berinfiltrasi secara perlahan dan dalam jumlah yang besar dan menurunkan laju aliran permukaan dan erosi. Menurunnya fungsi hidroorologis hutan memberikan dampak lanjutan berupa besarnya fluktuasi debit air sungai antara musim hujan dan musim kemarau, serta meningkatnya erosi dan sedimentasi. Debit Way Tulang Bawang pada musim hujan maksimum sebesar 1.757,3 m /dtk dan pada musim kemarau minimum sebesar 28,15 m /dtk dengan rasio Q sebesar 62,42. Asdak (2007) menyatakan apabila rasio Qmax/Qmin > (30) menunjukkan suatu DAS telah mengalami kerusakan.
c. Meningkatnya frekuensi banjir, kekeringan, dan tanah longsor
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 256/KPTS-II/2000, luas kawasan Hutan di Provinsi Lampung adalah 1.004.735 ha atau sebesar 30,34% dari total luas Provinsi Lampung. Luasan ini berkurang dibandingkan dengan penetapan di tahun 1991 dan tahun 1999. Sebagian besar kawasan hutan tersebut telah rusak atau telah beralih fungsi sehingga menimbulkan persoalan banjir di musim hujan dan kekeringan dimusim kemarau.Luas hutan di DAS Tulang Bawang saat ini hanya 2,78% dari total luas DAS yang masih memiliki vegetasi hutan. Di lain pihak, DAS ini merupakan sumber air yang sangat penting bagi bendungan Way Rarem dan Way Besai. Kedua bendungan ini mengairi areal persawahan di 7 kabupaten dan menghasilkan listrik.
Berkurangnya luasan hutan berdampak pada berkurangnya daerah tangkapan air pada musim hujan yang mengakibatkan munculnya banjir. Sebaliknya, padamusim kemarau akibat infiltrasi terganggu pengisian air tanah menjadi terganggu. Hal ini mengakibatkan pada musim kemarau lahan menjadi cepat kering dan mengganggu pertumbuhan tanaman. Salah satu faktor pendorong terjadinya kerusakan hutan di DAS Tulang Bawang adalah masih banyaknya masyarakat miskin di sekitar kawasan hutan yang menggantungkan hidupnya dengan memanfaatkan lahan kawasan hutan untuk dijadikan lahan pertanian dan perkebunan. Inilah sebabnya pengetahuan tentang DAS atau kebutuhan para pihak yang terkait dalam pengelolaan lanskap hutan diperlukan khususnya dalam rangka mewujudkan pengelolaan lanskap hutan yang lestari.
Menurut Mitchell (1997), konflik lahan merupakan suatu ciri yang menjadi pusat perhatian dalam pengelolaan sumber daya alam termasuk DAS selain perubahan, kompleksitas, dan ketidakpastian. Hal tersebut karena sumberdaya alam DAS menyediakan berbagai kepentingan dalam pemenuhan kebutuhan manusia mulai dari kebutuhan bahan makanan, air bersih, kayu dan berbagai jasa lingkungan yang mempunyai arti sangat penting.
Konflik antar sektor/kegiatan merupakan salah satu permasalahan yang harus mendapat perhatian dalam pengelolaan suatu DAS. Potensi munculnya konflik dipicu juga oleh adanya perbedaan persepsi, tujuan, nilai dan kepentingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam DAS. Oleh karena itu, dalam konteks pengelolaan DAS koordinasi antar sektor, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, masyarakat dan perguruan tinggi menjadi sangat penting. Regulasi atau kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan sumberdaya alam sangat mempengaruhi perubahan lanskap hutan dalam suatu DAS. Kebijakan yang bersifat insentif terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan akan meningkatkan atau mempertahankan keberadaan hutan, sedangkan kebijakan yang bersifat disinsentif terhadap pengelolaan sumberdaya hutan akan mempercepat perubahan lahan hutan dalam suatu wilayah DAS.
IV. KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Persepsi di DAS Tulang Bawang yang memprioritaskan aspek ekologi 39%, kelembagaan 25%, sosial 20% dan ekonomi 16% dalam pengelolaan DAS, menunjukkan para pihak terhadap minimnya luas hutan di wilayahDAS Tulang Bawang (sekitar 3%) dari luas wilayahDAS.
2. Ada kekhawatiran dari bahwa dengan luas hutan yang hanya sekitar 3% akan mampu menjamin fungsi hutan terutama sebagai penyangga kehidupan.
3. Untuk meningkatkan fungsi ekologi hutan di DAS Tulang Bawang diperlukan upaya rehabilitasi hutan yang membutuhkan dukungan dana yang relatif besar, penguatan kapasitas institusi pengelola hutan serta penegakan peraturan dalam pengelolaan hutan.
4. Persepsi yang lebih fokus pada permasalahan ekologi dalam pengeloaan DAS Tulang Bawang antara lain dipengaruhi oleh tingkat pemahaman para responden akan pentingnya kelestarian hutan, kondisi hutan yang ada di DAS Tulang Bawang yang ada saat ini dan adanya Kebijakan Pemda Propinsi Lampung untuk mewujudkan program konservasi dan menuntut dukungan .
B.SARAN
1. Adanya kecenderungan penggunaan dan konversi lahan yang mengancam kelestarian lingkungan di DAS Tulang Bawang dapat diatasi melalui peningkatan pemahaman seluruh terhadap pentingnya menjaga kelestarian fungsi ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan dalam pengelolaan suatu DAS. Peningkatan pemahaman seluruh dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan maupun pembinaan yang intensif terhadap seluruh.
2. Selain itu, upaya mengatasi kecenderungan penggunaan dan konversi lahan hutan menjadi penggunaan lainnya dapat dilakukan melalui kegiatan penegakkan hukum/aturan, yang juga meliputi penguatan dan penegakkan nilai-nilai atau aturan tradisional (adat), serta penguatan dukungan pendanaan untuk kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kelestarian hutan dalam suatu wilayah DAS.
3. Tekanan terhadap wilayah hutan untuk pembangunan sektor di luar kehutanan, seperti pertanian, perkebunan dan pertambangan serta pemukiman perlu diatasi melalui pengembangan hutan tanaman rakyat yang memberikan insentif ekonomi serta akses bagi masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan kehutanan.
4. Perlu dilakukan pendekatan sosial budaya untuk pemberdayaan kearifan lokal dan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap hutan.
5. Diperlukan penerapan iptek untuk memperbaiki sumberdaya hutan dan lahan kritis serta teknologi produksi berkelanjutan pada kawasan budidaya.
6. Perlu dibangun kerjasama antara mitra terkait yang meliputi pemerintah pengusaha, perguruan tinggi, LSM dan masyarakat terkait dengan upaya pemulihan DAS Tulang Bawang.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen dan asisten dosen yang memberikan ilmu tentang prinsip pengelolaan jasa lingkungan sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan paper ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alviya, I., Salminah, M., Arifanti, B. P., Maryani, R., Syahadat, E. 2012. Persepsi para pemangku kepentingan terhadap pengelolaan lanskap hutan di Daerah Aliran Sungai Tulang Bawang. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 9 : 171 - 184
Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press.
Robbins dan Stephen. 2003. Perilaku Organisasi. Gramedia. Jakarta
Minggu, 20 Maret 2016
UJI SIFAT FISIK TANAH (ITH)
UJI
SIFAT FISIK TANAH
(Laporan Pratikum Ilmu Tanah
Hutan)
Oleh
Lely Pratiwi S.
1414151051

FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
BANDAR
LAMPUNG
2015
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sifat fisik tanah mempunyai banyak kemungkinan untuk
dapat digunakan sesuai dengan kemampuannya yang dibebankan kepadanya. Kemampuan
untuk menjadi keras dan menyangga kapasitas drainase dan kapasitas untuk
melakukan drainase dan menyimpan air, plastisitas, kemudahan untuk ditembus
akan aerasi dan kemampuan menahan retensi unsur – unsur hara tanaman, semuanya
erat hubungannya dengan kondisi fisik tanah. Hal ini tepat sekali, karena itu,
orang – orang penggarap tanah mengetahui arti dan sampai berapa jauh sifat –
sifat tersebut dapat diubah. Hal ini benar apakah tanah digunakan sebagai media
pertumbuhan tanaman .
Tanah
dapat terdiri dari dua atau tiga bagian. Dalam tanah yang kering, maka tanah
hanya terdiri dari dua bagian, yaitu butir-butir tanah dan pori-pori udara.
Dalam tanah yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau
butiran dan air pori. Dalam keadaan tidak jenuh, tanah terdiri dari tiga
bagian, yaitu bagian padat (butiran), pori-pori udara, dan air pori.
Tekstur
tanah menunjukkan kasar halusnya tanah dan dibagi menjadi beberpa kelompok
antara lain; kasar(pasir, pasir berlempung), agak kasar (lempung
berpasir,
lempung berpasir halus), sedang (lempung berpasir sangat halus, lempung,
lempung berdebu, debu),agak halus (lempung liat, lempung liat berpasir, lempung
liat berdebu), halus (liat berpasir, liat berdebu). Selain itu, tanah mempunyai
perbedaan dalam memegang air, kemampuan ini tergantung pada teksturnya. Dengan
tekstur tanah dapat dibahas dan dikemukakan tentang bahan mineral seperti
pasir, debu dan liat dalam susunan tanah yang penting bagi berbagai kehidupan
di muka bumi. Partikel-partikel tanah yang dikelompokkan berdasarkan atas
ukuran tertentu disebut fraksi
( partikel) tanah, fraksi tanah ini dapat kasar ataupun halus.
Tanah memiliki banyak sifat fisik diantaranya: warna
tanah, pH, kadar bahan organik, drainase, tekstur dan struktur. Sehingga
analisis mengenai sifat fisik tanah ini akan mampu digunakan sebagai acuan
dalam dapat dimanfaatkan untuk penggunaan lahannya. Dalam laporan ini secara
terinci akan dibahas mengenai peran tanah yaitu menyangkut sifat fisik dan
kemampuan tanah dalam peresapan air pada suatu lahan.
B.Tujuan Percobaan
Adapun tujuan
yang hendak dicapai dalam pratikum mengenai uji sifat fisik tanah sebagai
berikut.
1. Mahasiswa
mengetahui sifat fisik
tanah dalam penyerapan air.
2. Mahasiswa
mengetahui jenis tanah yang
banyak menahan air.
3. Mahasiswa mengetahui pengaruh sifat fisik tanah ketika
air diberikan dengan volume tertentu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanah merupakan media amat penting untuk pertumbuhan
vegetasi. Tanah menyediakan tanaman nutrisi yang diperlukan untuk tumbuh dan
dapat menyimpan air. Jenis tanah yang berbeda akan memiliki perbedaan
karakteristik dalam hal sifat fisik, biologi maupun kimiawi tanah. Sifat –
sifat tanah dapat menentukan jenis nutrisi, banyak air yang dapat disimpan
dalam tanah, dan sistem perakaran yang mencerminkan sirkulasi pergerakan air di
dalam tanah. Kemampuan tanah dalam meresap air tercermin dari vegetasi yang
berada di permukaan tanah. Fungsi vegetasi secara efektif dapat mencerminkan
kemampuan tanah dalam mengabsorpsi air hujan, mempertahankan atau meningkatkan
laju infiltrasi, dan menunjukkan kemampuan dalam menahan air atau kapasitas
retensi air (KRA) (Schwab,1997).
Tanah pasir tidak memiliki kemampuan menyerap air dan
hara sehingga tanah pasir tidak subur dan mudah kering. Tanah pasir juga
sedikit mengandung liat, kapasitas tukar kation yang rendah dan miskin bahan
organik atau humus. Pasir merupakan mineral sisa pelapukan yang mempunyai daya
tahan terhadap pelapukan yang tinggi sehingga menjadi sukar lapuk. Hal ini
menjadikan tanah berpasir menjadi media untuk tumbuh yang sangat jelek. Tanah
pasir memerlukan granulasi. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan
penambahan bahan organik (Soepardi, 1983).
Warna
tanah merupakan sifat morfologi tanah yang paling mudah dibedakan. Warna
merupakan petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Warna hitam menunjukkan kandungan bahan
organik tinggi. Warna merah menunjukkan
adanya oksida besi bebas (tanah-tanah yang teroksidasi). Warna abu-abu kebiruan menunjukkan adanya
reduksi. Warna disusun oleh tiga
variabel, yaitu hue, value, dan kroma. Hue
adalah warna spectrum yang dominan, sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya warna sesuai
dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Khroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari
warna spektrum (Suprapto,
2008).
Pori – pori tanah adalah bagian tanah yang tidak
terisi bahan padat tanah (terisi oleh udara dan air). Pori tanah dapat
dibedakan menjadi pori tanah kasar ( macro
pore) dan pori halus ( micro pore ).
Pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya
gravitasi), sedangkan pori halus berisi air kapiler dan udara (Sanchez, 1992).
Ruang pori tanah yaitu bagian dari tanah yang
ditempati oleh air dan udara, sedangkan ruang pori total terdiri atas ruangan
diantara partikel pasir, debu dan liat serta ruang diantara agregat – agregat
tanah (Soepardi, 1983).
Konsistensi
tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi
butir-butir tanah dengan benda lain. Hal
ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap gaya dari luar. Penyifatan konsistensi tanah harus disesuaikan
dengan kandungan air dari tanah yaitu apakah tanah dalam keadaan basah, lembab,
atau kering (Sarwono, 1995).
Sekam
padi secara nyata mempengaruhi sifat kimia, fisik dan biologi tanah. Sifat fisik tanah yang terpengaruh akibat
pemberian sekam padi adalah agregasi tanah, sehingga akan menghindarkan
terjadinya kerak tanah, infiltrasi, kandungan lengas, pengatusan, aerasi,
temperatur, kegiatan mikroba, dan penetrasi akat tanaman. Pemanfaatan sekam padi secara tidak langsung
memperbaiki sifat fisik tanah. Pengaruh
utama terhadap struktur tanah adlaah berhubungan dengan pemadatan, aerasi dan
perkembangan akar. Apabila persentase
kandungan sekam padi menurun , maka kerapatan lindak tanah meningkat dan
konsekuensinya terjadi penurunan aerasi akam menghambat perkembangan akar,
menurunkan kemmapuan akar menyerap dan menghambat aktivitas mikroorganisme
(Sutanto, 2002).
Permeabilitas adalah kecepatan laju air dalam medium
massa tanah. Sifat ini penting artinya dalam keperluan drainase dan tata air
tanah. Bagi tanah – tanah yang bertekstur halus biasanya mempunyai
permeabilitas lebih lambat dibanding tanah bertekstur kasar. Nilai
permeabilitas suatu solum tanah ditentukan oleh suatu lapisan tanah yang
mempunyai nilai permeabilitas terkecil (Hardjowigeno, 2003).
III. METODE PRAKTIKUM
A.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang
dibutuhkan dalam pratikum ini adalah sebagai berikut: botol aqua besar 3 buah yang telah dibolongi bagian
bawahnya sebagai pori,
cutter, gelas ukur, nampan, lembar pengamatan ,stopwatch, gelas ukur dan aqua. Sedangkan bahan yang digunakan meliputi:
pasir, tanah, sekam, dan air.
B.
Cara Kerja
Adapun yang harus dilakukan dalam pratikum uji sifat fisik tanah adalah sebagai
berikut.
1.
Siapkan
alat dan bahan.
2.
Beri
lubang pada ketiga botol aqua besar tersebut.
3.
Susunlah media tanam dalam botol aqua
tersebut dengan urutan tanah, pasir dan sekam.
4.
Ambillah air sebanyak 600
mL atau satu botol aqua sedang.
5.
Letakkan
botol aqua yang tanah tersebut diatas nampan.
6.
Tuangkan
secara langsung air yang bervolume 600 mL tersebut ke dalam botol aqua besar
tersebut dan amati penyerapan air.
7.
Hitung
laju penyerapan dengan menggunakan stopwatch hingga air tidak menetes lagi dari
botol tersebut.
8.
Ambil
gelas ukur dan tuangkan air yang berada pada nampan bekas percobaan yang
dilakukan pada tanah tersebut.
9.
Catatlah
perubahan volume air dan hasil pengamatan.
10. Ulangi
cara kerja empat hingga
sembilan pada pasir dan juga tanah.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut :
No.
|
Nama Media
|
Waktu (second)
|
Jumlah air yang masuk(ml)
|
Jumlah air yang keluar ( ml)
|
1
|
Tanah
|
01:35:72
|
600
|
575
|
2
|
Pasir
|
00:33:12
|
600
|
595
|
3
|
Sekam
|
01:11:80
|
600
|
598
|
B.
Pembahasan
Dari hasil
pengamatan pada proses pratikum, didapatkan data pada percobaan. Pada percobaan , waktu yang dibutuhkan dan jumlah air yang keluar pada sekam
padi, pasir, dan tanah berbeda-beda. Tekstur tanah terdiri dari partikel tanah yaitu pasir, debu dan liat
yang bervariasi ukurannya, yaitu pasir 0,05 – 2 mm, debu 0,005 – 0,002 mm dan
liat < 0,002 mm. Ukuran partikel tersebut berhubungan erat dengan sirkulasi
air dan udara, kemampuan jerapan nutrisi dan struktur tanah. Tanah yang
didominasi pasir akan banyak mempunyai pori – pori makro (besar) dan tanah yang
didominasi liat akan banyak mempunyai pori – pori kecil.
Sekam padi memiliki tektur yang sangat
kasar, tidak melekat dan tidak licin disebabkan karena sekam tidak berlempung
dan tidak memiliki presentasi liat dan juga ringan. Jadi, ketika air masuk sangat mudah dan sekam
padi
menjadi mengambang di atas air. Sehingga
sekam padi banyak digunakan dalam pertanian karena infiltrasinya baik,
aerasinya baik, bertemperatur. Hal ini
sesuai dengan Sutanto (2002) menyatakan membenamkan atau mencampur sekam padi
pada saat pengolahan akan memperbaiki struktur melalui peningkatan agregasi,
perbaikan siat tanah, antara lain: infiltrasi, retensi lengas, aerasi,
pengatusan, penetrasi akar dan temperatur. Penggunaan sekam padi menurunkan kepekaan
tanah bertekstur debuan terhadap pendespersian tanah, dan tanah lempungan (clayey) menaikkkan ketahanan masa tanah
terhadap plastisitas tanah.
Sedangkan,pasir
memiliki pori-pori yang lebih besar daripada tanah sehingga dalam menyerap air, pasir
lebih cepat menyerap air tetapi cepat juga dalam pengeringannya. Pasir juga dapat meningkatkan aerasi serta
drainase tanaman dikarenakan sifat fisik dari pasir itu sendiri. Hal ini sesuai dengan Redaksi PS (2007)
menyatakan keunggulan media tanam pasir adalah kemudahan dalam penggunaan dan
dapat meningkatkan sistem aerasi serta drainase media tanam.
Pada tanah memiliki permeabilitas dan drainase yang
cukup baik, serta tidak mudah didespersikan oleh air hujan. Permeabilitas tanah
dapat menghilangkan daya air untuk mengerosikan tanah, sedangkan drainase
mempengaruhi baik buruknya pertukaran udara. Faktor tersebut akan mempengaruhi
kegiatan mikroorganisme dan perakaran dalam tanah. Tanah yang memiliki
permeabilitas rendah diinginkan untuk persawahan yang membutuhkan banyak air.
Menurut pengamatan saya dari hasil praktikum yang
telah dilakukan, pasir cenderung menahan air lebih sedikit daripada tanah,
karena pasir memiliki ruang pori yang lebih besar sehingga air yang meresap
pada pasir cenderung dilepaskan dan tidak ditahan. Sedangkan pada tanah
memiliki partikel yang lebih kecil dari pada pasir dan pori yang kecil. Hal
yang demikian akan berpengaruh dalam menahan air yang lebih banyak dibanding
pasir, sehingga tanah lebih cenderung menahan air air di pori – pori tanah dan
sedikit melepaskannya. Sekam padi yang digunakan pada tanah untuk
mempertahankan kelembapan pada tanah dan bukan untuk menahan air karena sekam
padi tidak bersifat menahan air melainkan hanya bersifat sebagai pelindung
tanah dan pengatur kelembapan dan kesuburan pada tanah.
Dalam praktikum ini masih terdapat kendala yaitu
keterbatasan nampan sehingga membuat waktu semakin banyak terbuang. Kesiapan
alat juga menjadi kekurangan dalam praktikum ini, seharusnya sebelum praktikum
gelas ukur yang disediakan sudah ada sehingga waktu yang digunakan dapat lebih
efisien dan efektif. Besarnya lubang yang dibuat pada botol aqua juga bisa
menjadi kendala, jika lubang yang dibawah aqua dibuat terlalu besar maka air
yang keluar tidak dapat diamati secara tepat karena pada saat memulai penghitungan
waktu bisa saja airnya sudah habis. Demikian juga, bila lubang pada aqua
terlalu kecil maka membutuhkan waktu yang lama agar air keluar
semuanya.Jadi,sebaiknya agar praktikum ini tidak mengalami kendala buatlah
lubang yang bila diperhitungkan akan mendapat hasil yang maksimal.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat diambil dari pratikum mengenai uji sifat fisik tanah sebagai berikut :
1.
Pori
– pori tanah merupakan tanah yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi oleh
udara dan air). Pori tanah dapat dibedakan menjadi pori tanah kasar ( macro pore) dan pori halus ( micro pore ).
2.
Sifat
fisik tanah sangat banyak menahan air karena memiliki struktur tanah dan pori –
pori yang sangat kecil, pada pasir memiliki struktur yang lebih besar dari pada tanah dan pori –
pori lebih besar sehingga air cenderung langsung dilepaskan dan sedikit
ditahan. Pada sekam padi tidak menyerap air karena sifatnya yang ringan dan
keras sehingga air sulit masuk ke dalam pori – pori sekam.
3.
Jenis
tanah yang banyak menahan air adalah tanah yang bersifat liat karena memiliki
sifat fisik yang sangat kecil dan banyak menahan air.
B.
Saran
Adapun
saran yang dapat diberikan yaitu ketersediaan alat berupa gelas ukur yang hanya
ada 1 buah. Sebaiknya ditambah lagi gelas ukur pada partikum uji sifat fisik
tanah dan mohon materi yang akan selanjutnya dibahas diberikan dalam handout
supaya materi dapat dipelajari sebelumnya.
Daftar Pustaka
http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/. Diunduh pada 15 April 2015 pukul
16.32 WIB
Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan
Pengelolaan Tanah Tropika, jilid 2/ Pedro A Sanchez; terjemahan Amir Hamzah.
Bandung: Penerbit ITB.
Sarwono. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo,
Jakarta.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri
Tanah, Bogor. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Suprapto, 2008. Tinjauan Reklamasi
Lahan Bekas Tambang dan Aspek Konservasi Bahan Galian. Prosiding. Kelompok
Program Penelitian Konsevasi – Pusat Sumber Daya Geologi.
Sutanto,
Rachman. 2002. Penerapan Pertanian
Organik. Yogyakarta: Ksnisius.
Langganan:
Postingan (Atom)