STRUKTUR HUTAN
(Laporan
Pratikum Silvika)
Oleh
Lely Pratiwi S.
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
BANDAR
LAMPUNG
2015
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hutan merupakan satu
kesatuan utuh dalam sistem kehidupan bangsa sejak zaman dahulu, pada saat ini dan untuk massa
yang akan datang. Hutan yang terdiri atas hutan alam dan hutan tanaman, sebagian besar berbentuk hutan alam hujan tropis yang
selalu hijau sepanjang tahun, dan memiliki kekayaan ekonomis, ekologis yang tak
ternilai besarnya. Keseluruhan hutan tersebut berfungsi sebagai ekosistem hutan
secara utuh yang berperan sangat penting dalam penyangga sistem kehidupan,
serta kita berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menjaga dan
melestarikannya. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan, memelihara kualitas
hutan dan peningkatan kemampuan manusia dalam memanfaatkannya perlu dilakukan
bersama-sama agar diperoleh manfaat yang bersifat optimal secara berkelanjutan.
Struktur hutan terbaai menjadi dua bagian yaitu struktur hutan secara
vertikal maupun horisontal. Dalam komunitas hutan selalu terjadi kehidupan
bersama saling ketergantungan maupun persaingan sehingga dikenal adanya lapisan
– lapisan bentuk kehidupan :
Struktur suatu tegakan terdiri dari individu-individu yang membentuk tegakan
dalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan
terdiri dari kelompok tumbuh-tumbuhan yang masing-masing individu
mempertahankan sifatnya.
Menurut Kershaw (1974) struktur suatu vegetasi tegakan hutan terdiri atas 3 komponen yaitu :
Menurut Kershaw (1974) struktur suatu vegetasi tegakan hutan terdiri atas 3 komponen yaitu :
·
Struktur vegetasi tegakan berupa vegetasi secara vertical
yang merupakan diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, pancang,
semai, dan herba penyusun vegetasi.
·
Sebaran horizontal Jenis-jenis penyusun yang
menggambarkan letak dari suatu individu terhaadap individu lain.
·
Kelimpahan (abudance) setiap jenis
dalam suatu komunitas
Stuktur vertikal hutan hujan tropis biasa
menunjukan stratifikasi dari dengan beberapa tingkatan, misalnya A, B, C, D dan
E. Stratum D dan E merupakan
Tumbuhan bawah dan herba yang hidup dalam
naungan pohon – pohon besar.
B.
TUJUAN
Adapun tujuan dari dilakukannya percobaan ini ,sebagai berikut :
1) Mengetahui struktur hutan
2) Dapat menggambarkan struktur hutan
3) Mengetahui penyusun hutan
4) Membedakan antara hutan dan bukan hutan
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian hutan yang diberikan Dengler adalah suatu kumpulan atau
asosiasi pohon-pohon yang cukup rapat dan menutup areal yang cukup luas
sehingga akan dapat membentuk iklim mikro yang kondisi ekologis yang khas serta
berbeda dengan areal luarnya (Anonimous 1997). Undang-Undang No 41 tahun 1999
tentang Kehutanan, mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan
dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan lain tidak dapat
dipisahkan.
Menurut Marsono (2004) secara garis besar ekosistem sumberdaya hutan
terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :
a. Tipe Zonal yang dipengaruhi
terutama oleh iklim atau disebut klimaks iklim, seperti hutan tropika basah,
hutan tropika musim dan savana.
b. Tipe Azonal yang dipengaruhi
terutama oleh habitat atau disebut klimaks habitat, seperti hutan mangrove,
hutan pantai dan hutan gambut.
Sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan tropika
basah. Banyak para ahli yang mendiskripsi hutan tropika basah sebagai ekosistem
spesifik, yang hanya dapat berdiri mantap dengan keterkaitan antara komponen
penyusunnya sebagai kesatuan yang utuh. Keterkaitan antara komponen penyusun
ini memungkinkan bentuk struktur hutan tertentu yang dapat memberikan fungsi
tertentu pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas biologis yang
tinggi, siklus hidrologis yang memadai dan lain-lain. Secara de facto tipe
hutan ini memiliki kesuburan tanah yang sangat rendah, tanah tersusun oleh
partikel lempung yang bermuatan negatif rendah seperti kaolinite dan illite.
Kondisi tanah asam ini memungkinkan besi dan almunium menjadi aktif di
samping kadar silikanya memang cukup tinggi, sehingga melengkapi keunikan hutan
ini. Namun dengan pengembangan struktur yang mantap terbentuklah salah satu
fungsi yang menjadi andalan utamanya yaitu ”siklus hara tertutup” (closed
nutrient cycling) dan keterkaitan komponen tersebut, sehingga mampu mengatasi
berbagai kendala/keunikan tipe hutan ini (Marsono, 1997).
Kondisi tanah hutan ini juga menunjukkan keunikan tersendiri. Aktivitas
biologis tanah lebih bertumpu pada lapisan tanah atas (top soil). Sanchez
memperkirakan bahwa 80% aktivitas biologis tersebut terdapat pada top soil
saja. Kenyataan-kenyataan tersebut menunjukkan bahwa hutan tropika basah
merupakan ekosistem yang rapuh (fragile ecosystem), karena setiap komponen
tidak bisa berdiri sendiri. Disamping itu dijumpai pula fenomena lain yaitu
adanya ragam yang tinggi antar lokasi atau kelompok hutan baik vegetasinya
maupun tempat tumbuhnya (Marsono, 1991).
2. Analisa Vegetasi
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga
merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977).
Vegetasi, tanah dan iklim
berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang
spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain
karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu
sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari struktur atau penyebaran dan
komposisi atau susunan jenis vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan dan
satuan yang akan diselidiki tegakan hutan yang merupakan asosiasi yang kongkrit
(Soerianegara 1988). Selanjutnya Warasito (1986) dalam Kurnilawati (1999)
mengatakan bahwa informasi mengenai komposisi jenis dan bentuk vegetasi ini
diperlukan untuk mengambil keputusan dalam melakukan kegiatan-kegiatan
berikutnya dengan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang baru saja dilalui.
Oleh karena itu suatu tindakan analisa vegetasi perlu diulangi pada waktu-waktu
tertentu dan juga dilakukan sewaktu-waktu diperlukan.
Analisa vegetasi dilaksanakan dalam penelitian ekologi untuk memperoleh
informasi-informasi yang meliputi :
a. Keadaan hutan itu sendiri
seperti luas areal, jenis dan komposisi, keliling/diameter pohon, keadaan
pertumbuhan dan keadaan tumbuhan bawah.
b. Keadaan lapangan dan tanah
dimana hutan itu tumbuh seperi topografi, jenis dan sifat tanah serta geologi.
c. Keterangan-keterangan lain
mengenai keadaan transfortasi, sosial ekonomi masyarakat disekitar hutan, iklim
dan lain-lain.
Informasi yang telah diperoleh tersebut dijadikan pertimbangan untuk
membuat kebijaksanaan, melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber
daya alam dalam rangka pemanfaatan secara optimum dan lestari (Warsito, 1986).
Untuk keperluan analisa vegetasi perlu dibedakan tingkatan pertumbuhan
tanaman menurut Kusmana (1995) adalah sebagai berikut :
a. Tingkat semai (seedling)
yaitu tumbuhan dari mulai kecambah sampai tinggi 1,5 meter.
b. Tingkat pancang (sapling)
yaitu permudaan yang tingginya lebih dari 1,5 meter, dengan diameter tumbuhan
kurang dari 10 cm.
c. Tingkat tiang (pole) yaitu
pohon muda yang memiliki diameter pohon 10 – 20 cm.
d. Pohon dewasa (tree) yaitu
pohon yang memiliki diameter lebih dari 20 cm.
3. Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis adalah
ukuran yang menyatakan variasi jenis tumbuhan dari suatu komunitas yang
dipengaruhi oleh jumlah jenis dan kelimpahan relatif dari masing-masing jenis.
Didaerah tropika basah memiliki keanekaragaman jenis-jenis tumbuh-tumbuhan dan
hewan yang tinggi, karena pada daerah ini memiliki iklim dan kondisi geografis
khusus yaitu adanya musim kemarau dan musim penghujan, namun jumlah individu
tiap jenisnya rendah (Haryanto 1983).
Jumlah jenis disuatu daerah ditentukan oleh kecepatan kepunahan jenis
dan kecepatan imigrasi atau masuknya
jenis kedalam daerah tersebut. Pengamatan kita menunjukkan jumlah poho jenis
tertentu per hektar tidaklah banyak. Karena itu dalam hutan yang besar jumlah
jenisnya, terdapat rata-rata jumlah individu yang rendah pada masing-masing
jenis, (Soemarwoto 1997)
Menurut Michael (1996) komunitas yang mengalami situasi lingkungan yang
keras cenderung terdiri atas sejumlah kecil jenis yang berlimpah. Dalam
lingkungan yang lunak, jumlah jenis besar, namun tidak satupun yang berlimpah.
Keragaman jenis dapat diambil untuk menandai jumlah jenis dalam suatu daerah
tertentu atau sebagai jumlah jenis yang ada. Jumlah jenis dalam suatu komunitas
sangat penting dari segi ekologi karena keragaman jenis tampaknya bertambah
bila komunitas menjadi semakin stabil. Gangguan yang parah menyebabkan
penurunan yang nyata dalam keragaman. Keragaman yang besar juga mencirikan
ketersediaan sejumlah besar ceruk.
Alikodra (1990) mengemukakan bahwa keanekaragaman jenis dapat ditemukan
pada keanekaragaman hayati, yaitu merupakan ungkapan pernyataan terdapatnya
berbagai macam variasi bentuk,
penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan
persekutuan makhluk yaitu tingkatan
ekosistem, tingkatan jenis dan tingkatan genetika.
Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan
tertinggi di dunia, jauh lebih tinggi dari pada Amerika dan Afrika tropis,
apalagi bila dibandingkan dengan daerah beriklim sedang dan dingin. Jenis
tumbuh-tumbuhan di Indonesia secara keseluruhan ditaksir 25.000 jenis, dan 40 %
dari jenis-jenis tersebut merupakan jenis endemik atau jenis yang hanya
terdapat di Indonesia dan tidak dijumpai didaerah lain didunia (Resosoedarmo
1989).
4. Line-intercept
A.
Cara Garis Berpetak
Metode ini khusus digunakan oleh para ahli ekologi tumbuhan (plant
ecologist).Data ditabulasi atas dasar tumbuhan tumbuhan yang dilalui oleh garis
lurus memotong komunitas yang dipelajari dan karena luasan areal tidak
merupakan unit contoh ,hanya density dan relatif density yang diperhitungkan
.Metode line-intercept transect telah dipergunakan secara luas untuk
memepelajari komunitas padang rumput sebagai penduga yang tepat dari absolute
density yang tidak dapat dibuat atau karena sulit di interpretasikan disebabkan
perbedaan anatara individu tanaman.Dalam kasus bahwa pendugaan relatif sudah
dianggap cukup ,line intercept transect dapat dipergunakan secara efesient
untuk memperoleh nilainya.Pda metode Line-Intercept,kemungkinan suatu spesies
dijadikan sampel tergantung pada ukuran tumbuhan. Tumbuhan dengan ukuran besar
tetapi jarang akan lebih mudah dideteksi dari pada tumbuhan kecil tetapi jarang
terdapt.Spesies yang besar dan rapat dapat juga mempengaruhi pendugaan
frekuensi .Unuk menentukan panjang interval dan jumlah garis liniernya
(transek) yang diingankan sama dengan menentukan ukuran plot dan jumlah
plotnya.
B.
Kerapatan (density)
Di dalam studi
populasi ekologi ,jumlah individu merupakan informasi yang mendasar .Kepadatan
/banyaknya (Abundance) (N) adalah jumlah individu pada suatu luasan area tertentu ,sedangkan kerapatan
(density) (D) jumlah individu per unit
area atau per unit volume.Sebagai contoh ,sebuah spesies mungkin mempunyai
kepadatan/banyaknya (Abundance) sebanyak 100 individu pada suatu areal tertentu
.Apabila total luas area tersebut adalah 2,5 ha ,maka kerapatan (density)
daripada spesies ini adalah 40 per ha (40/ha).
C. Frekuensi (
Frequency)
Frekuensi (f) adalah jumlah waktu kejadian tertentu yang berlangsung
.Dengan demikian ahli ekologi dapat mempergunakan satuan frekuensi ini untuk
mengukur temperatur air,atau frekuensi binatang makan.Di bnayak studi,istilah
frekuensi diartikan jumlah sample dimana suatu
sample dimana suatu spesies ditemukan.
Menurut Soerianegara (1988) Frekuensi adalah perbandingan banyaknya
oetak yang terisi oleh suatu jenis terhadap jumlah petak seluruhnya,biasanya
dinyatakan dalam persen.Frekuensi merupakan ukuran uniformalitas dan
regularitas terdapatnya jenis tersebut dalam tegakan.
III.
PROSEDUR
PERCOBAAN
A.
Bahan dan Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tegakan hutan.
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah christen hypsometer, pita ukur, alat tulis dan tally sheet.
B.
Cara Kerja
Adapun langkah – langkah yang harus dilakukan pada praktikum ini,
sebagai berikut :
1.
Menentukan lokasi praktikum yaitu di Arboretum
teknik Universitas Lampung.
2.
Menentukan areal pengamatan.
3.
Membuat petak pengamatan dengan ukuran 20 x 20
m untuk fase pohon, 10 x
10 m untuk fase tiang, 5 x 5 m untuk fase
pancang dan 2 x 2 m untuk fase semai.
4.
Catatlah jenis – jenis dan jumlah pohon yang
ada pada areal tersebut.
5.
Buatlah gambar struktur hutan
dengan menggambar skema pohon penyusunnya baik secara horizontal maupun
vertical.
6.
Buatlah petak ukur dengan ukuran 1x1 m untuk
pengamatan organism lain yang ada pada areal pengamatan.
7.
Catatlah jenis – jenis dan jumlah organism
lain di areal pengamatan tersebut pada tally sheet.
8.
Buatlah laporan mengenai pengamatan
tersebut.
IV.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Hasil
Adapun hasil dari pengamatan yang dilakukan , meliputi :
PLOT 1
1.
Plot ukuran 20 x 20 m
No
|
Jenis pohon
|
Tinggi
|
Diameter
|
1
|
Akasia 1
|
12 m
|
44 cm
|
2
|
Akasia 2
|
11 m
|
63 cm
|
3
|
Akasia 3
|
11 m
|
74 cm
|
4
|
Akasia 4
|
10 m
|
63 cm
|
5
|
Salam 1
|
10 m
|
49 cm
|
6
|
Salam 2
|
9 m
|
50 cm
|
7
|
Kupu – kupu
|
9 m
|
63 cm
|
8
|
Bungur lilin
|
7 m
|
74 cm
|
2.
Plot ukuran 10 x 10 m
NO
|
Nama jenis
pohon
|
Tinggi
|
Diameter
|
1
|
-
|
-
|
-
|
3.
Plot ukuran 5 x 5 m
No
|
Nama Jenis
pohon
|
Tinggi
|
Diameter
|
1
|
Saga
|
10 cm
|
-
|
2
|
Salam
|
8 cm
|
-
|
4.
Plot ukuran 2 x 2 m
No
|
Nama Jenis
vegetasi
|
Tinggi
|
Diameter
|
1
|
Saga
|
-
|
-
|
2
|
Semut
|
-
|
-
|
3
|
Salam
|
-
|
-
|
PLOT 2
5.
Plot ukuran 20 x 20 m
No
|
Nama Jenis
vegetasi
|
Tinggi
|
Diameter
|
1
|
Saga 1
|
13
|
64
|
2
|
Saga 2
|
11
|
70
|
3
|
Saga 3
|
10
|
59
|
4
|
Salam 1
|
12
|
52
|
5
|
Salam 2
|
11
|
50
|
6
|
Kupu – kupu
|
12
|
65
|
6.
Plot ukuran 10 m x 10 m
No
|
Nama Jenis
vegetasi
|
Tinggi
|
Diameter
|
1
|
Akasia
|
4
|
19
|
7.
Plot ukuran 5 x 5 m
No
|
Nama Jenis
vegetasi
|
Tinggi
|
Diameter
|
1
|
Salam
|
-
|
-
|
2
|
Saga
|
-
|
-
|
8.
Plot Ukuran 2 x 2 m
No
|
Nama Jenis
vegetasi
|
Tinggi
|
Diameter
|
1
|
Saga 1
|
11
|
-
|
2
|
Saga 2
|
7
|
-
|
3
|
Salam
|
9
|
-
|
9.
Plot ukuran 1 x 1 m
No
|
Nama Jenis
vegetasi
|
Tinggi
|
Diameter
|
1
|
Rumuput gajah
|
20
|
-
|
2
|
Semut
|
-
|
-
|
B.
Pembahasan
Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain
karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu
sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari struktur atau penyebaran dan
komposisi atau susunan jenis vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan dan
satuan yang akan diselidiki tegakan hutan yang merupakan asosiasi yang kongkrit.
Selanjutnya informasi mengenai komposisi jenis dan bentuk vegetasi ini
diperlukan untuk mengambil keputusan dalam melakukan kegiatan-kegiatan
berikutnya dengan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang baru saja dilalui.
Oleh karena itu suatu tindakan analisa vegetasi perlu diulangi pada waktu-waktu
tertentu dan juga dilakukan sewaktu-waktu diperlukan.
Analisa vegetasi dilaksanakan dalam penelitian ekologi untuk memperoleh
informasi-informasi yang meliputi :
a. Keadaan hutan itu sendiri
seperti luas areal, jenis dan komposisi, keliling/diameter pohon, keadaan
pertumbuhan dan keadaan tumbuhan bawah.
b. Keadaan lapangan dan tanah
dimana hutan itu tumbuh seperi topografi, jenis dan sifat tanah serta geologi.
c. Keterangan-keterangan lain
mengenai keadaan transfortasi, sosial ekonomi masyarakat disekitar hutan, iklim
dan lain-lain.
Untuk keperluan analisa vegetasi perlu dibedakan tingkatan pertumbuhan
tanaman adalah sebagai berikut :
a. Tingkat semai (seedling)
yaitu tumbuhan dari mulai kecambah sampai tinggi 1,5 meter.
b. Tingkat pancang (sapling)
yaitu permudaan yang tingginya lebih dari 1,5 meter, dengan diameter tumbuhan
kurang dari 10 cm.
c. Tingkat tiang (pole) yaitu
pohon muda yang memiliki diameter pohon 10 – 20 cm.
d. Pohon dewasa (tree) yaitu
pohon yang memiliki diameter lebih dari 20 cm.
3. Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis adalah
ukuran yang menyatakan variasi jenis tumbuhan dari suatu komunitas yang
dipengaruhi oleh jumlah jenis dan kelimpahan relatif dari masing-masing jenis.
Didaerah tropika basah memiliki keanekaragaman jenis-jenis tumbuh-tumbuhan dan
hewan yang tinggi, karena pada daerah ini memiliki iklim dan kondisi geografis
khusus yaitu adanya musim kemarau dan musim penghujan, namun jumlah individu
tiap jenisnya rendah
Pada
plot pertama ukuran 20 x 20m terdapat sebanyak 8 pohon, pada ukuran 10 x 10 m
tidak terdapat pancang, pada ukuran 5x5 m terdapat sebanyak 2 tiang dan pada
ukuran 2x2 m terdapat sebanyak 2 semai serta pada plot ukuran 1x1 m terdapat saga,semut
dan salam. Pada plot kedua ukuran 20 x
20m terdapat sebanyak 6 pohon, pada ukuran 10 x 10 m terdapat satu pancang, pada ukuran 5x5 m terdapat sebanyak
2 tiang dan pada ukuran 2x2 m terdapat sebanyak 3 semai serta pada plot ukuran
1x1 m terdapat rumput gajah dan semut.
V.
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan dari praktikum ini, sebagai berikut :
1.
Dalam suatu hutan terdiri dari pohon, pancang,
tiang dan semai serta makhluk hidup lain.
2.
Pada pengukuran plot 1 dan plot 2, hasil
spesies yang ditemukan pada masing – masing plot tersebut tidak jauh berbeda
jumlah dan jenisnya.
3.
Pada arboretum teknik ini merupakan
vegetasi yang dominan adalah pohon, karena tumbuhan yang terdapat di dalamnya
kebanyakan dapat dikategorikan sebagai pohon.
DAFTAR PUSTAKA
Budhi,
Setia. 2009. Bahan Kuliah Ekologi Hutan.
Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak.
Budhi,
Setia. 2009. Penuntun
Praktikum Ekologi Hutan. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas
Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak
Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi Untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Pulau Marsegu,
Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Tesis Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Latifah, Siti. 2005. Analisis
Vegetasi Hutan Alam. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatra Utara. Sumatra Utara.
Soemarwoto, Otto. 1997.
Ekologi Lingkungan Hidup
dan Pembangunan Edisi Revisi. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Soerianegara, I dan A, Indrawan. 1978. Ekologi Hutan
Indonesia. Lembaga Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
LAMPIRAN