Minggu, 31 Mei 2015

STRUKTUR HUTAN SILVIKA Oleh Lelyque



STRUKTUR HUTAN
(Laporan Pratikum Silvika)








Oleh

Lely Pratiwi S.







logo-unila-bw.jpg









FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
I.                   PENDAHULUAN



A.                Latar Belakang


 Hutan merupakan satu kesatuan utuh dalam sistem kehidupan bangsa sejak zaman dahulu, pada saat ini dan untuk massa yang akan datang. Hutan yang terdiri atas hutan alam dan hutan tanaman, sebagian besar berbentuk hutan alam hujan tropis yang selalu hijau sepanjang tahun, dan memiliki kekayaan ekonomis, ekologis yang tak ternilai besarnya. Keseluruhan hutan tersebut berfungsi sebagai ekosistem hutan secara utuh yang berperan sangat penting dalam penyangga sistem kehidupan, serta kita berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menjaga dan melestarikannya. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan, memelihara kualitas hutan dan peningkatan kemampuan manusia dalam memanfaatkannya perlu dilakukan bersama-sama agar diperoleh manfaat yang bersifat optimal secara berkelanjutan.

Struktur hutan terbaai menjadi dua bagian yaitu struktur hutan secara vertikal maupun horisontal. Dalam komunitas hutan selalu terjadi kehidupan bersama saling ketergantungan maupun persaingan sehingga dikenal adanya lapisan – lapisan bentuk kehidupan :

Struktur suatu tegakan terdiri dari individu-individu yang membentuk tegakan

dalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan terdiri dari kelompok tumbuh-tumbuhan yang masing-masing individu mempertahankan sifatnya.
Menurut Kershaw (1974) struktur suatu vegetasi tegakan hutan terdiri atas 3 komponen yaitu :

·                     Struktur vegetasi tegakan berupa vegetasi secara vertical yang merupakan diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, pancang, semai, dan herba penyusun vegetasi.
·                     Sebaran horizontal Jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari suatu individu terhaadap individu lain.
·                     Kelimpahan (abudance) setiap jenis dalam suatu komunitas
Stuktur vertikal hutan hujan tropis biasa menunjukan stratifikasi dari dengan beberapa tingkatan, misalnya A, B, C, D dan E. Stratum D dan E merupakan
Tumbuhan bawah dan herba yang hidup dalam naungan pohon – pohon besar.


B.                 TUJUAN


Adapun tujuan dari dilakukannya percobaan ini ,sebagai berikut      :

1)      Mengetahui struktur hutan
2)      Dapat menggambarkan struktur hutan
3)      Mengetahui penyusun hutan
4)      Membedakan antara hutan dan bukan hutan







II.                 TINJAUAN PUSTAKA



Pengertian hutan yang diberikan Dengler adalah suatu kumpulan atau asosiasi pohon-pohon yang cukup rapat dan menutup areal yang cukup luas sehingga akan dapat membentuk iklim mikro yang kondisi ekologis yang khas serta berbeda dengan areal luarnya (Anonimous 1997). Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan lain tidak dapat dipisahkan.
Menurut Marsono (2004) secara garis besar ekosistem sumberdaya hutan terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :
a.    Tipe Zonal yang dipengaruhi terutama oleh iklim atau disebut klimaks iklim, seperti hutan tropika basah, hutan tropika musim dan savana.
b.    Tipe Azonal yang dipengaruhi terutama oleh habitat atau disebut klimaks habitat, seperti hutan mangrove, hutan pantai dan hutan gambut.

Sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan tropika basah. Banyak para ahli yang mendiskripsi hutan tropika basah sebagai ekosistem spesifik, yang hanya dapat berdiri mantap dengan keterkaitan antara komponen penyusunnya sebagai kesatuan yang utuh. Keterkaitan antara komponen penyusun ini memungkinkan bentuk struktur hutan tertentu yang dapat memberikan fungsi

tertentu pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas biologis yang tinggi, siklus hidrologis yang memadai dan lain-lain. Secara de facto tipe hutan ini memiliki kesuburan tanah yang sangat rendah, tanah tersusun oleh partikel lempung yang bermuatan negatif rendah seperti kaolinite dan illite.
Kondisi tanah asam ini memungkinkan besi dan almunium menjadi aktif di samping kadar silikanya memang cukup tinggi, sehingga melengkapi keunikan hutan ini. Namun dengan pengembangan struktur yang mantap terbentuklah salah satu fungsi yang menjadi andalan utamanya yaitu ”siklus hara tertutup” (closed nutrient cycling) dan keterkaitan komponen tersebut, sehingga mampu mengatasi berbagai kendala/keunikan tipe hutan ini (Marsono, 1997).

Kondisi tanah hutan ini juga menunjukkan keunikan tersendiri. Aktivitas biologis tanah lebih bertumpu pada lapisan tanah atas (top soil). Sanchez memperkirakan bahwa 80% aktivitas biologis tersebut terdapat pada top soil saja. Kenyataan-kenyataan tersebut menunjukkan bahwa hutan tropika basah merupakan ekosistem yang rapuh (fragile ecosystem), karena setiap komponen tidak bisa berdiri sendiri. Disamping itu dijumpai pula fenomena lain yaitu adanya ragam yang tinggi antar lokasi atau kelompok hutan baik vegetasinya maupun tempat tumbuhnya (Marsono, 1991).

2.    Analisa Vegetasi
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977).

Vegetasi, tanah dan  iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari struktur atau penyebaran dan komposisi atau susunan jenis vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan dan satuan yang akan diselidiki tegakan hutan yang merupakan asosiasi yang kongkrit (Soerianegara 1988). Selanjutnya Warasito (1986) dalam Kurnilawati (1999) mengatakan bahwa informasi mengenai komposisi jenis dan bentuk vegetasi ini diperlukan untuk mengambil keputusan dalam melakukan kegiatan-kegiatan berikutnya dengan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang baru saja dilalui. Oleh karena itu suatu tindakan analisa vegetasi perlu diulangi pada waktu-waktu tertentu dan juga dilakukan sewaktu-waktu diperlukan.
Analisa vegetasi dilaksanakan dalam penelitian ekologi untuk memperoleh informasi-informasi yang meliputi :
a.    Keadaan hutan itu sendiri seperti luas areal, jenis dan komposisi, keliling/diameter pohon, keadaan pertumbuhan dan keadaan tumbuhan bawah.
b.    Keadaan lapangan dan tanah dimana hutan itu tumbuh seperi topografi, jenis dan sifat tanah serta geologi.
c.    Keterangan-keterangan lain mengenai keadaan transfortasi, sosial ekonomi masyarakat disekitar hutan, iklim dan lain-lain.
Informasi yang telah diperoleh tersebut dijadikan pertimbangan untuk membuat kebijaksanaan, melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya alam dalam rangka pemanfaatan secara optimum dan lestari (Warsito, 1986).
Untuk keperluan analisa vegetasi perlu dibedakan tingkatan pertumbuhan tanaman menurut Kusmana (1995) adalah sebagai berikut :
a.    Tingkat semai (seedling) yaitu tumbuhan dari mulai kecambah sampai tinggi 1,5 meter.
b.    Tingkat pancang (sapling) yaitu permudaan yang tingginya lebih dari 1,5 meter, dengan diameter tumbuhan kurang dari 10 cm.
c.    Tingkat tiang (pole) yaitu pohon muda yang memiliki diameter pohon 10 – 20 cm.
d.    Pohon dewasa (tree) yaitu pohon yang memiliki diameter lebih dari 20 cm.
3.    Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman  jenis adalah ukuran yang menyatakan variasi jenis tumbuhan dari suatu komunitas yang dipengaruhi oleh jumlah jenis dan kelimpahan relatif dari masing-masing jenis. Didaerah tropika basah memiliki keanekaragaman jenis-jenis tumbuh-tumbuhan dan hewan yang tinggi, karena pada daerah ini memiliki iklim dan kondisi geografis khusus yaitu adanya musim kemarau dan musim penghujan, namun jumlah individu tiap jenisnya rendah (Haryanto 1983).

Jumlah jenis disuatu daerah ditentukan oleh kecepatan kepunahan jenis dan kecepatan imigrasi  atau masuknya jenis kedalam daerah tersebut. Pengamatan kita menunjukkan jumlah poho jenis tertentu per hektar tidaklah banyak. Karena itu dalam hutan yang besar jumlah jenisnya, terdapat rata-rata jumlah individu yang rendah pada masing-masing jenis, (Soemarwoto 1997)
Menurut Michael (1996) komunitas yang mengalami situasi lingkungan yang keras cenderung terdiri atas sejumlah kecil jenis yang berlimpah. Dalam lingkungan yang lunak, jumlah jenis besar, namun tidak satupun yang berlimpah. Keragaman jenis dapat diambil untuk menandai jumlah jenis dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah jenis yang ada. Jumlah jenis dalam suatu komunitas sangat penting dari segi ekologi karena keragaman jenis tampaknya bertambah bila komunitas menjadi semakin stabil. Gangguan yang parah menyebabkan penurunan yang nyata dalam keragaman. Keragaman yang besar juga mencirikan ketersediaan sejumlah besar ceruk.

Alikodra (1990) mengemukakan bahwa keanekaragaman jenis dapat ditemukan pada keanekaragaman hayati, yaitu merupakan ungkapan pernyataan terdapatnya berbagai macam  variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan persekutuan  makhluk yaitu tingkatan ekosistem, tingkatan jenis dan tingkatan genetika.
Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan tertinggi di dunia, jauh lebih tinggi dari pada Amerika dan Afrika tropis, apalagi bila dibandingkan dengan daerah beriklim sedang dan dingin. Jenis tumbuh-tumbuhan di Indonesia secara keseluruhan ditaksir 25.000 jenis, dan 40 % dari jenis-jenis tersebut merupakan jenis endemik atau jenis yang hanya terdapat di Indonesia dan tidak dijumpai didaerah lain didunia (Resosoedarmo 1989).

4.    Line-intercept

A.    Cara Garis Berpetak

Metode ini khusus digunakan oleh para ahli ekologi tumbuhan (plant ecologist).Data ditabulasi atas dasar tumbuhan tumbuhan yang dilalui oleh garis lurus memotong komunitas yang dipelajari dan karena luasan areal tidak merupakan unit contoh ,hanya density dan relatif density yang diperhitungkan .Metode line-intercept transect telah dipergunakan secara luas untuk memepelajari komunitas padang rumput sebagai penduga yang tepat dari absolute density yang tidak dapat dibuat atau karena sulit di interpretasikan disebabkan perbedaan anatara individu tanaman.Dalam kasus bahwa pendugaan relatif sudah dianggap cukup ,line intercept transect dapat dipergunakan secara efesient untuk memperoleh nilainya.Pda metode Line-Intercept,kemungkinan suatu spesies dijadikan sampel tergantung pada ukuran tumbuhan. Tumbuhan dengan ukuran besar tetapi jarang akan lebih mudah dideteksi dari pada tumbuhan kecil tetapi jarang terdapt.Spesies yang besar dan rapat dapat juga mempengaruhi pendugaan frekuensi .Unuk menentukan panjang interval dan jumlah garis liniernya (transek) yang diingankan sama dengan menentukan ukuran plot dan jumlah plotnya.
B.     Kerapatan (density)

Di dalam studi populasi ekologi ,jumlah individu merupakan informasi yang mendasar .Kepadatan /banyaknya (Abundance) (N) adalah jumlah individu pada suatu  luasan area tertentu ,sedangkan kerapatan (density) (D)  jumlah individu per unit area atau per unit volume.Sebagai contoh ,sebuah spesies mungkin mempunyai kepadatan/banyaknya (Abundance) sebanyak 100 individu pada suatu areal tertentu .Apabila total luas area tersebut adalah 2,5 ha ,maka kerapatan (density) daripada spesies ini adalah 40 per ha (40/ha).

C.     Frekuensi ( Frequency)

Frekuensi (f) adalah jumlah waktu kejadian tertentu yang berlangsung .Dengan demikian ahli ekologi dapat mempergunakan satuan frekuensi ini untuk mengukur temperatur air,atau frekuensi binatang makan.Di bnayak studi,istilah frekuensi diartikan jumlah sample dimana suatu   sample dimana suatu spesies ditemukan.
Menurut Soerianegara (1988) Frekuensi adalah perbandingan banyaknya oetak yang terisi oleh suatu jenis terhadap jumlah petak seluruhnya,biasanya dinyatakan dalam persen.Frekuensi merupakan ukuran uniformalitas dan regularitas terdapatnya jenis tersebut dalam tegakan.

















III.             PROSEDUR PERCOBAAN



A.                 Bahan dan Alat


Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tegakan hutan. Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah christen hypsometer, pita ukur, alat tulis dan tally sheet.



B.                  Cara Kerja

Adapun langkah – langkah yang harus dilakukan pada praktikum ini, sebagai berikut :
1.                   Menentukan lokasi praktikum yaitu di Arboretum teknik Universitas Lampung.
2.                   Menentukan areal pengamatan.
3.                   Membuat petak pengamatan dengan ukuran 20 x 20 m untuk fase pohon, 10 x
                                                                                     10 m untuk fase tiang, 5 x 5 m untuk fase pancang dan 2 x 2 m untuk fase semai.
4.                   Catatlah jenis – jenis dan jumlah pohon yang ada pada areal tersebut.
5.                  Buatlah gambar struktur hutan dengan menggambar skema pohon penyusunnya baik secara horizontal maupun vertical.
6.                   Buatlah petak ukur dengan ukuran 1x1 m untuk pengamatan organism lain yang ada pada areal pengamatan.

7.                   Catatlah jenis – jenis dan jumlah organism lain di areal pengamatan tersebut pada tally sheet.
8.                  Buatlah laporan mengenai pengamatan tersebut.






















IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN



A.                 Hasil


Adapun hasil dari pengamatan yang dilakukan , meliputi :

PLOT 1

1.                   Plot ukuran 20 x 20 m

No
Jenis pohon
Tinggi
Diameter
1
Akasia 1
12 m
44 cm
2
Akasia 2
11 m
63 cm
3
Akasia 3
11 m
74 cm
4
Akasia 4
10 m
63 cm
5
Salam 1
10 m
49 cm
6
Salam 2
9 m
50 cm
7
Kupu – kupu
9 m
63 cm
8
Bungur lilin
7 m
74 cm












2.                   Plot ukuran 10 x 10 m


NO
Nama jenis pohon
Tinggi
Diameter
1
-
-
-



3.                   Plot ukuran 5 x 5 m


No
Nama Jenis pohon
Tinggi
Diameter
1
Saga
10 cm
-
2
Salam
8 cm
-

4.                  Plot ukuran 2 x 2 m

No
Nama Jenis vegetasi
Tinggi
Diameter
1
Saga
-
-
2
Semut
-
-
3
Salam
-
-


PLOT 2

5.                   Plot ukuran 20 x 20 m

No
Nama Jenis vegetasi
Tinggi
Diameter
1
Saga 1
13
64
2
Saga 2
11
70
3
Saga 3
10
59
4
Salam 1
12
52
5
Salam 2
11
50
6
Kupu – kupu
12
65

6.                   Plot ukuran 10 m x 10 m

No
Nama Jenis vegetasi
Tinggi
Diameter
1
Akasia
4
19

7.                   Plot ukuran 5 x 5 m

No
Nama Jenis vegetasi
Tinggi
Diameter
1
Salam
-
-
2
Saga
-
-


8.                   Plot Ukuran 2 x 2 m

No
Nama Jenis vegetasi
Tinggi
Diameter
1
Saga 1
11
-
2
Saga 2
7
-
3
Salam
9
-





9.                   Plot ukuran 1 x 1 m


No
Nama Jenis vegetasi
Tinggi
Diameter
1
Rumuput gajah
20
-
2
Semut
-
-



B.                  Pembahasan


Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari struktur atau penyebaran dan komposisi atau susunan jenis vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan dan satuan yang akan diselidiki tegakan hutan yang merupakan asosiasi yang kongkrit. Selanjutnya informasi mengenai komposisi jenis dan bentuk vegetasi ini diperlukan untuk mengambil keputusan dalam melakukan kegiatan-kegiatan berikutnya dengan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang baru saja dilalui. Oleh karena itu suatu tindakan analisa vegetasi perlu diulangi pada waktu-waktu tertentu dan juga dilakukan sewaktu-waktu diperlukan.
Analisa vegetasi dilaksanakan dalam penelitian ekologi untuk memperoleh informasi-informasi yang meliputi :
a.    Keadaan hutan itu sendiri seperti luas areal, jenis dan komposisi, keliling/diameter pohon, keadaan pertumbuhan dan keadaan tumbuhan bawah.
b.    Keadaan lapangan dan tanah dimana hutan itu tumbuh seperi topografi, jenis dan sifat tanah serta geologi.
c.    Keterangan-keterangan lain mengenai keadaan transfortasi, sosial ekonomi masyarakat disekitar hutan, iklim dan lain-lain.
Untuk keperluan analisa vegetasi perlu dibedakan tingkatan pertumbuhan tanaman  adalah sebagai berikut :
a.    Tingkat semai (seedling) yaitu tumbuhan dari mulai kecambah sampai tinggi 1,5 meter.
b.    Tingkat pancang (sapling) yaitu permudaan yang tingginya lebih dari 1,5 meter, dengan diameter tumbuhan kurang dari 10 cm.
c.    Tingkat tiang (pole) yaitu pohon muda yang memiliki diameter pohon 10 – 20 cm.
d.    Pohon dewasa (tree) yaitu pohon yang memiliki diameter lebih dari 20 cm.
3.    Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman  jenis adalah ukuran yang menyatakan variasi jenis tumbuhan dari suatu komunitas yang dipengaruhi oleh jumlah jenis dan kelimpahan relatif dari masing-masing jenis. Didaerah tropika basah memiliki keanekaragaman jenis-jenis tumbuh-tumbuhan dan hewan yang tinggi, karena pada daerah ini memiliki iklim dan kondisi geografis khusus yaitu adanya musim kemarau dan musim penghujan, namun jumlah individu tiap jenisnya rendah
Pada plot pertama ukuran 20 x 20m terdapat sebanyak 8 pohon, pada ukuran 10 x 10 m tidak terdapat pancang, pada ukuran 5x5 m terdapat sebanyak 2 tiang dan pada ukuran 2x2 m terdapat sebanyak 2 semai serta pada plot ukuran 1x1 m terdapat saga,semut dan salam. Pada plot kedua  ukuran 20 x 20m terdapat sebanyak 6 pohon, pada ukuran 10 x 10 m terdapat satu  pancang, pada ukuran 5x5 m terdapat sebanyak 2 tiang dan pada ukuran 2x2 m terdapat sebanyak 3 semai serta pada plot ukuran 1x1 m terdapat rumput gajah dan semut.



































V.                KESIMPULAN



Adapun kesimpulan dari praktikum ini, sebagai berikut :

1.                   Dalam suatu hutan terdiri dari pohon, pancang, tiang dan semai serta makhluk hidup lain.
2.                   Pada pengukuran plot 1 dan plot 2, hasil spesies yang ditemukan pada masing – masing plot tersebut tidak jauh berbeda jumlah dan jenisnya.
3.                  Pada arboretum teknik ini merupakan vegetasi yang dominan adalah pohon, karena tumbuhan yang terdapat di dalamnya kebanyakan dapat dikategorikan sebagai pohon.






















DAFTAR PUSTAKA 



Budhi, Setia. 2009. Bahan Kuliah Ekologi Hutan. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Budhi, Setia. 2009. Penuntun Praktikum  Ekologi Hutan. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak

Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi Untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Tesis Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Latifah, Siti. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara.

Soemarwoto, Otto. 1997. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan Edisi Revisi. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Soerianegara, I dan A, Indrawan. 1978. Ekologi Hutan Indonesia. Lembaga Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.






































LAMPIRAN